Sesuai hadis shahih riwayat Muslim, bahwa di antara
tempat dan waktu berdoa yang mustajab, mudah dikabulkan adalah pada saat sedang
sujud. Nabi Saw bersabda:
أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ
رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ
“Yang paling dekat antara seorang hamba dengan Rabbnya adalah
ketika ia sujud, maka perbanyaklah do’a ketika itu.” (HR. Muslim no.
482, dari Abu Hurairah).
Dalam
hadis tersebut dapat difahami bahwa memperbanyak doa pada waktu sujud memang
dianjurkan. Namun, tidak ada ketentuan dan anjuran untuk memperbanyak doa hanya
pada saat sujud yang terakhir.
Karena itu memperbanyak doa, sesuai hadis
tersebut, dapat dilakukan pada saat kapan saja setiap melakukan sujud.
Sebagian
ulama tidak membenarkan jika hanya mengkhususkan pada sujud terakhir saja untuk
memperbanyak doa, sehingga sujudnya lebih lama dibandingkan dengan sujud-sujud
yang lain. Syekh al-Utsaimin (Fatawa Nur ‘Ala al-Darb, XIX/75) mengatakan: “Memperpanjang sujud terakhir ketika
shalat bukanlah termasuk Sunnah. Yang sesuai Sunnah Nabi Saw adalah seseorang
melakukan shalat antara ruku’, bangkit dari ruku’ (i’tidal), sujud dan duduk
antara dua sujud itu hampir sama lamanya”. Al-Bara’ bin ‘Azib meriwayatkan
hadis sebagai berikut:
كَانَ رُكُوعُ النَّبِىِّ صلى الله
عليه وسلم وَسُجُودُهُ وَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ
مِنَ الرُّكُوعِ وَبَيْنَ السَّجْدَتَيْنِ قَرِيبًا مِنَ السَّوَاءِ
“Ruku’, sujud, bangkit dari ruku’ (i’tidal), dan duduk antara dua
sujud yang dilakukan oleh Nabi Saw, semuanya hampir sama (lama dan
thuma’ninahnya).”(HR. Bukhari no. 801 dan Muslim no. 471).
Karena
itu, jika ingin memperbanyak doa pada saat sujud, tidak perlu mengkhususkan
pada sujud yang terakhir saja, tetapi dapat dilakukan pada saat sujud-sujud
yang lain dalam shalatnya. Yang perlu diperhatikan bagi makmum ketika shalat
berjamaah, jangan sampai makmum menyelesihi imam gara-gara memperlama dalam
sujudnya. Hal ini bisa merusak shalat jamaahnya. Secara syar’i, jika imam sudah
selesai dari sujud terkahir maka selaku
makmum hendaklah segera bangkit dari sujud untuk mengikuti imam ketika itu,
tidak boleh menyelisihinya. Karena imam itu
diangkat untuk diikuti. Nabi Saw bersabda:
إِنَّمَا جُعِلَ الإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ
بِهِ فَلاَ تَخْتَلِفُوا عَلَيْهِ
“Imam itu diangkat untuk diikuti, maka janganlah diselisihi.”
(HR. Bukhari no. 722, dari Abu Hurairah).
Yang
menjadi perselisihan(beda pendapat) di kalangan ulama dalam hal memperbanyak
doa pada saat sujud adalah tentang bacaan doanya. Apa yang dimaksud dengan
memperbanyak doa itu? Haruskah doa yang dibaca pada saat sujud itu sesuai
dengan doa-doa sujud yang pernah diajarkan oleh Rasulullah Saw? Bolehkan
membaca doa di luar itu, yakni doa sendiri sesuai dengan yang dikehendaki untuk
kebutuhan hidup di dunia ini?
Dalam hal ini ada ada tiga pendapat.
Pertama, ulama Hanafiyah: doa yang dibaca itu harus sesuai dengan
doa-doa sujud yang pernah diajarkan oleh Rasulullah Saw, khususnya bacaan tasbih;
Kedua, ulama Hanabilah: doa yang dibaca itu boleh selain bacaan sujud
yang diajarkan oleh Rasulullah Saw, asal doa itu ma’tsur (berasal dari
al-Qur’an atau al-Hadis yang shahih); Ketiga, ulama Malikiyah dan Syafi’iyah:
doa yang dibaca itu boleh dengan doa-doa yang lain sesuai yang dikehendaki asal
tidak doa untuk suatu dosa dan pemutusan
silaturrahim.
Syaikh Wahbah Al-Zuhaili mengatakan:
“Ulama al-Hanafiyah berpendapat: orang shalat tidaklah ketika ruku dan sujudnya
membaca selain tasbih, ini menjadi pendapat madzhab. Sedangkan, hadits tersebut
bermakna pada shalat sunah. Sedangkan, ulama Malikiyah menganjurkan doa ketika
sujud, baik doa yang terkait dengan urusan dunia atau agama atau akhirat, untuk
dirinya atau orang lain, secara khusus atau umum tanpa batasan, bahkan dengan
itu Allah Ta’ala telah memberikan kemudahan. Menurut ulama Hambaliyah, tidak
apa-apa berdoa dengan doa-doa dan dzikir yang ma’tsur (berasal dari hadits).”
Sedangkan ulama al-Syafi’iyah menguatkan kesunnahan berdoa (apa saja) ketika
sujud.” (Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, II/84)
Rasulullah
Saw memberikan contoh doa yang dibacanya
ketika sujud, yakni sebagai berikut:
اللَّهُمَّ اغْفِرْ
لِى ذَنْبِى كُلَّهُ دِقَّهُ وَجِلَّهُ وَأَوَّلَهُ وَآخِرَهُ وَعَلاَنِيَتَهُ
وَسِرَّهُ
“Ya Allah ampnilah dosa-dosaku semua, baik
yang halus atau yang jelas, yang awal dan yang akhir, dan yang terang-terangan
dan yang tersembunyi.” (HR. Muslim No. 1112)
Nah, jika membaca doa ini maka sangat bagus
dan kita telah mengikuti sunnah Nabi Saw. Tetapi apakah dengan ini berarti
membatasi doa-doa yang dibaca? Bolehkah membaca doa lain sesuai hajat kita?
Imam
Al-Nawawi (al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, III/471-472), mengatakan
bahwa doa-doa dalam sujud tersebut adalah mutlak dan tidaklah dibatasi. Doa apa
saja yang termasuk maksud doa adalah boleh. Sebab Rasulullah Saw melakukan
berbagai doa yang berbeda dan berbagai tema. Ini menunjukkan bahwa hal itu
tidak dilarang. Dalam Shahihain (Bukhari dan Muslim), dari Ibnu Mas’ud, bahwa
Nabi Saw bersabda tentang doa akhir tasyahhud:
ثُمَّ لِيَتَخَيَّرْ
مِنَ الدُّعَاءِ أَعْجَبَهُ إِلَيْهِ فَلْيَدْعُ بِه
“Kemudian
hendaknya dia memilih doa yang disukai dan sesuai seleranya.” Dalam riwayat
Imam Muslim, sebagaimana menjelasan bab yang lalu, dari Abu Hurairah: “kemudian
dia berdoa untuk apa-apa yang nyata untuk dirinya.”
Suatu saat Syekh Bin Baz (Fatawa Bin Baz,
XI/64-65) ditanya tentang hukum membaca doa untuk urusan dunia pada saat sujud
dalam shalat fardhu. Beliau menjawab: berdoa pada saat sujud dalam
shalat-shalat fardhu maupun sunnah, baik untuk dirinya maupun orang lain yang
dikehendaki termasuk perkara yang disunnahkan atau disyariatkan. Hal ini sesuai
dengan sabda Nabi Saw: “Yang
paling dekat antara seorang hamba dengan Rabbnya adalah ketika ia sujud, maka
perbanyaklah do’a ketika itu.” (HR. Muslim no. 482, dari Abu Hurairah). Lebih
lanjut Bin Baz mengatakan bahwa memperbanyak berdoa juga disyariatkan pada saat
sujud dengan doa apa saja, baik urusan dunia ataupun urusan akhirat. Misalnya
berdoa minta istri yang shalihah, anak yang baik, rizki yang halal, dan
lain-lain. Hal ini sesuai dengan beberapa hadis yang hampir sama maknanya
seperti sabda Nabi Saw: “Kemudian hendaknya dia memilih doa yang disukai dan
sesuai seleranya.” Dalam riwayat Imam Muslim, sebagaimana menjelasan bab yang
lalu, dari Abu Hurairah: “kemudian dia berdoa untuk apa-apa yang nyata untuk
dirinya.” (Muttafaqun Alaih).
Kesimpulan:
1.
Memperbanyak
doa pada saat sujud adalah dianjurkan dan sesuai dengan syariat;
2.
Memperbanyak
doa pada saat sujud, tidak dianjurkan hanya pada saat sujud yang terakhir,
tetapi boleh dilakukan pada setiap sujud dalam shalatnya, baik shalat fardhu
maupun shalat Sunnah;
3.
Ulama berbeda
pendapat tentang bacaan yang dibaca dalam memperbanyak doa di waktu sujud.
Sebagian ulama, seperti Hanafiah, hanya membatasi pada doa-doa sujud yang
dicontohkan Rasulullah Saw. Sementara ulama lain, seperti Hanabilah,
membolehkan bacaan doa selain bacaan sujud, asal doanya ma’tsur dari al-Qur’an
atau pun al-Hadis. Adapun ulama Malikiyah dan Syafi’iyah, membolehkan bacaan
doa apa saja yang dikehendaki, baik doa untuk kepentingan dunia maupun akhirat.
No comments:
Post a Comment