Larangan Buruk Sangka Dan Mencari-Cari Kesalahan Orang
السلام عليكم
Buruk sangka (su'u dzan) adalah
salah satu daripada sifat-sifat mazmumah (buruk/tercela). Manakala
mencari-cari kesalahan orang lain pula hadir apabila wujudnya sangkaan
buruk di dalam hati manusia. Apabila timbulnya buruk sangka, maka sudah
tentu rasa ingin mencari kesalahan seseorang itu timbul sehingga
terbukalah kesalahan, aib atau kelemahan seseorang itu yang menyebabkan
si pelaku itu berasa puas. Ia adalah suatu penyakit hati yang akan
menyerang sesiapa sahaja. Hanya keimanan dan ketaqwaan yang kukuh mampu
mengatasi rasa buruk sangka dan mencari kesalahan orang lain ini.
Allah Ta’ala berfirman.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا
“Hai orang-orang yang
beriman, jauhilah kebanyakan berprasangka, karena sesungguhnya sebagian
tindakan berprasangka adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari
kesalahan orang lain” (Al-Hujurat : 12)
Dalam ayat ini terkandung
perintah untuk menjauhi kebanyakan berprasangka, karena sebagian
tindakan berprasangka ada yang merupakan perbuatan dosa. Dalam ayat ini
juga terdapat larangan berbuat tajassus. Tajassus ialah mencari-cari
kesalahan-kesalahan atau keburukan atau aib orang lain, yang biasanya
merupakan kesan dari prasangka yang buruk.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
إِيَّا
كُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيْثِ وَلاَ تَحَسَّسُوا
وَلاَ تَجَسَّسُوا وَلاَ تَحَاسَدُوا وَلاَتَدَابَرُوا وَلاَتَبَاغَضُوا
وَكُوْنُواعِبَادَاللَّهِ إحْوَانًا
“Berhati-hatilah kalian
dari tindakan berprasangka buruk, kerana prasangka buruk adalah
sedusta-dusta ucapan. Janganlah kalian saling mencari keburukan orang
lain, saling inti-mengintip, saling mendengki, saling membelakangi, dan
saling membenci. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara” (Riwayat Al-Bukhari no. 6064 dan Muslim no. 2563 )
Amirul Mukminin Umar bin Khathab berkata, “Janganlah
engkau berprasangka terhadap perkataan yang keluar dari saudaramu yang
mukmin kecuali dengan persangkaan yang baik. Dan hendaknya engkau selalu
membawa perkataannya itu kepada prasangka-prasangka yang baik”
Ibnu Kathir menyebutkan perkataan Umar di atas ketika menafsirkan sebuah ayat dalam surah Al-Hujurat.
Bakar bin Abdullah Al-Muzani yang berkata :
“Hati-hatilah kalian terhadap perkataan yang sekalipun benar kalian
tidak diberi pahala, namun apabila kalian salah kalian berdosa.
Perkataan tersebut adalah berprasangka buruk terhadap saudaramu”. (Tahdzib At-Tahdzib)
Disebutkan bahwa Abu Qilabah Abdullah bin Yazid Al-Jurmi berkata :
“Apabila ada berita tentang tindakan saudaramu yang tidak kamu sukai,
maka berusaha keraslah mancarikan alasan untuknya. Apabila kamu tidak
mendapatkan alasan untuknya, maka katakanlah kepada dirimu sendiri,
“Saya kira saudaraku itu mempunyai alasan yang tepat sehingga melakukan
perbuatan tersebut”. [kitab Al-Hilyah karya Abu Nu’aim (II/285) ]
Sufyan bin Husain berkata, “Aku
pernah menyebutkan keburukn seseorang di hadapan Iyas bin Mu’awiyyah.
Beliaupun memandangi wajahku seraya berkata, “Apakah kamu pernah ikut
memerangi bangsa Romawi?” Aku menjawab, “Tidak”. Beliau bertanya lagi,
“Kalau memerangi bangsa Sind , Hind (India) atau Turki?” Aku juga
menjawab, “Tidak”. Beliau berkata, “Apakah layak, bangsa Romawi, Sind,
Hind dan Turki selamat dari kburuknmu sementara saudaramu yang muslim
tidak selamat dari keburukanmu?” Setelah kejadian itu, aku tidak pernah
mengulangi lagi berbuat seperti itu” ( Bidayah wa Nihayah, Ibnu Kathir (XIII/121))
Abu Hatim bin Hibban Al-Busti bekata:
Orang yang berakal wajib
mencari keselamatan untuk dirinya dengan meninggalkan perbuatan tajassus
dan senantiasa sibuk memikirkan keburukan dirinya sendiri. Sesungguhnya
orang yang sibuk memikirkan keburukan dirinya sendiri dan melupakan
keburukan orang lain, maka hatinya akan tenteram dan tidak akan merasa
gelisah. Setiap kali dia melihat keburukan yang ada pada dirinya, maka
dia akan merasa hina tatkala melihat keburukan yang serupa ada pada
saudaranya. Sementara orang yang senantiasa sibuk memperhatikan
keburukan orang lain dan melupakan keburukannya sendiri, maka hatinya
akan buta, badannya akan merasa letih dan akan sulit baginya
meninggalkan keburukan dirinya”.[Raudhah Al-‘Uqala (hal.131)]
Beliau juga berkata,:
“Tajassus adalah cabang dari
kemunafikan, sebagaimana sebaliknya prasangka yang baik merupakan cabang
dari keimanan. Orang yang berakal akan berprasangka baik kepada
saudaranya, dan tidak mau membuatnya sedih dan berduka. Sedangkan orang
yang bodoh akan selalu berprasangka buruk kepada saudaranya dan tidak
segan-segan berbuat jahat dan membuatnya menderita”.[Raudhah Al-‘Uqala (hal.133)]
والله أعلمُ بالـصـواب
No comments:
Post a Comment