Tuesday, 10 May 2016

Hikmah Mencuci Tangan Ibu

Kisah Renungan : Hikmah Mencuci Tangan Ibu
Ibu merupakan sosok seorang wanita yang senantiasa
memberikan kehangatan dalam keluarga. Ibu selalu berusaha memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya. Namun, seringkali kita lupa bahwa ibu juga seorang manusia biasa yang pasti merasakan lelah dan sakit selama melaksanakan tugasnya. Pernahkah terbayangkan oleh mu bagaimana perjuangan seorang ibu untuk melahirkan dan membesarkan anak yang dicintainya ? Ada sebuah kisah yang dapat menjadi renungan bagi kita semua tentang pengorbanan seorang ibu terhadap anaknya.

Kisah Renungan : Hikmah Mencuci Tangan Ibu

Pada suatu hari, sebuah perusahaan besar membuka lowongan pekerjaan. Ada seorang sarjana muda yang cerdas yang ikut melamar untuk mengisi posisi manajer di perusahaan tersebut. Dia pun lulus pada wawancara tahap pertama, dan tahap selanjutnya adalah wawancara dengan jajaran direksi.

Direktur perusahaan tersebut merasa kagun dengan prestasi cemerlang yang dilampirkan pemuda itu di dalam CV-nya. Sebab dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi, pemuda itu selalu mendapatkan peringkat pertama. Hingga tiba saatnya pemuda tersebut diwawancarai oleh sang direktur, maka direktur yang sejak awal sudah tertarik dengan pemuda ini pun mengajukan pertanyaan. Terjadilah perbincangan diantara mereka.

Direktur itu pun bertanya, “Apakah semasa sekolah dan kuliah anda menerima beasiswa?” Pemuda itu menjawab, “tidak pak.”
Direktur itu bertanya lagi, “Apakah ayah anda yang membayarkan biaya sekolah anda?” Pemuda itu menjawab, “Ayah saya sudah meninggal saat saya berumur satu tahun. Dan seluruh biaya sekolah ibu saya yang membayarkan.”
Direktur kembali bertanya, “Dimana ibumu bekerja?” Pemuda itu menjawab, “Ibu saya hanya seorang pencuci pakaian.”

Kemudian direktur tersebut meminta pemuda itu untuk menunjukkan tangannya. Pemuda itu pun memperlihatkan kedua telapak tangannya yang sangat halus kepada direktur. Melihat tangannya yang sangat halus tersebut, direktur kembali bertanya “Pernahkah anda membantu ibumu mencuci pakaian sebelumnya?” Pemuda itu menjawab, “Tidak pernah pak, Ibu tidak mengizinkan saya membantunya. Beliau hanya menginginkan agar saya belajar dan banyak membaca buku. Lagipula, ibu lebih cepat mencuci baju dibandingkan saya.”

Direktur itu kemudian berkata, “Saya mempunyai satu permintaan. Sekarang anda sebaiknya pulang dan saat anda sampai

dirumah, cuci dan bersihkanlah tangan ibumu lalu temui saya kembali besok paginya.” Mendengar hal itu pemuda tersebut merasa bahwa ia memiliki
kesempatan yang besar untuk mendapatkan pekerjaan. Saat dia sampai dirumah, dengan sangat gembira ia meminta izin kepada ibunya agar diperbolehkan mencuci tangan ibunya. Mendengar permintaan anaknya, sang ibu merasa sedikit aneh, asing, bahagia dan semuanya bercampur jadi satu.

Lalu sang ibu memberikan kedua tangannya, dan pemuda itu segera membersihkan tangan ibunya dengan perlahan. Ketika itu air matanya mulai menetes, saat ia menyadari bahwa tangan ibunya penuh dengan kerutan dan banyak terdapat memar serta kapalan. Saat ia tidak sengaja menyentuh memar itu, sang ibu meringis menahan sakit.

Saat itulah pertama kalinya ia menyadari kedua tangan yang sedang dibersihkan inilah yang digunakan ibunya untuk mencuci pakaian banyak orang, hingga ibunya dapat membiayai sekolahnya. Memar dan kapalan yang ada ditangan ibunya merupakan harga yang harus dibayar untuk kelulusannya, prestasinya yang luar biasa dan untuk masa depannya. Sehingga setelah ia selesai mencuci tangan ibunya, pemuda itu diam-diam mencuci baju yang belum sempat dicuci oleh ibunya. Dan malam itu, ibu dan anak tersebut berbincang yang cukup lama.

Keesokan paginya, pemuda tersebut bergegas menemui sang direktur. Saat melihat pemuda itu, direktur tersebut menangkap ada air mata di wajah pemuda itu dan lalu ia pun berkata, “Tolong ceritakan apa yang telah anda lakukan kemarin serta pelajaran apa yang dapat diambil ?” Pemuda itu pun menjawab, “Saya mencuci tangan ibu dan kemudia menyelesaikan cucian yang belum sempat dicuci oleh ibu saya.”

“Tolong ceritakan kepada saya bagaimana perasaan anda saat itu ?”Ujar direktur .

Kemudian pemuda itu menjawab, “Pertama, sekarang saya tahu arti dari apresiasi. Tanpa ibu, saya tidak akan ada dan tidak akan pernah sampai seperti ini. Kedua, saya baru menyadari betapa berat dan sulitnya ibu menjalani pekerjaannya. Dengan membantu ibu, ternyata dapat meringankan pekerjaan ibu saya. Dan Ketiga, saya datang hari ini untuk mengapresiasi betapa pentingnya dan bernilainya hubungan keluarga.”

Mendegar penuturan pemuda itu, direktur pun berkata, “Inilah yang sebenarnya saya cari dari seorang calon manajer. Saya ingin merekrut seseorang yang bisa mengapresiasi dan menghargai bantuan orang lain, seseorang yang tahu persis bagaimana perjuangan orang lain dalam mengerjakan sesuatu dan seseorang yang tidak menempatkan uang sebagai tujuan hidupnya.Oleh sebab itu mulai hari ini anda diterima bekerja disini !”

Demikianlah kisah renungan tentang hikmah mencuci tangan ibu. Semoga kita semua dapat mengambil pelajaran dari kisah ini. Dan selalu menjadi anak yang berbakti kepada kedua orang tua dan bisa membalas kebaikan mereka meskipun tidak akan pernah cukup.

No comments:

Post a Comment