Menutup Aib orang lain
Sabda Rasulullah shallallahu alaihi was sallam:
مَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ.
“Barangsiapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya.”
(HR. Al-Bukhary no. 2442 dan Muslim no. 2580 dari hadits Ibnu Umar radhiyallahu anhuma, serta Muslim no. 2699 dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu anhu –pent)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
يَا مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانِهِ وَلم يَدْخُل الإيمَانُ قَلْبَهُ ! لاَ تَغْتَابُوا الْمُسْلِمِيْنَ وَلاَ تَتَّبِعُوا عَوْرَاتِهِمْ فَإِنَّهُ مَنْ تَتَبَّعَ عَوْرَةَ أَخِيْهِ الْمُسْلِمِ تَتَبَّعَ اللهُ عَوْرَتَهُ وَمَنْ تَتَبَّعَ اللهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ وَلَوْ فِي جَوْفِ بَيْتِهِ
"Wahai orang-orang yang beriman dengan lisannya akan tetapi iman belum masuk kedalam hatinya, janganlah kalian mengghibahi kaum muslimin, dan janganlah pula mencai-cari aib mereka, sesungguhnya barang siapa yang mencari-cari aib saudaranya sesama muslim maka Allah akan mencari-cari kesalahannya, dan barangsiapa yang Allah mencari-cari kesalahannya maka Allah akan mempermalukannya meskipun ia berada di dalam rumahnya" (HR Abu Dawud no 4880)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
وَمَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيْهِ كَانَ اللهُ فِي حَاجَتِهِ وَمَنْ فَرَجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَجَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبَاتِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
"Barang siapa yang membantu memenuhi kebutuhan saudaranya maka Allah akan memenuhi hajatnya, barang siapa yang melepaskan kesulitan seorang muslim maka Allah akan melepaskan kesulitannya pada hari kiamat, dan barang siapa yang menutupi aib seorang muslim maka Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat" (HR Al-Bukhari no 2442 dan Muslim no 2580)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
وَمَنْ يُشَاقِقْ يَشْقُقِ اللَّهُ عَلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
"Barang siapa yang menyulitkan (orang lain) maka Allah akan mempersulitnya para hari kiamat"
(HR Al-Bukhari no 7152)
Pengertian Aib
(HR. Al-Bukhary no. 2442 dan Muslim no. 2580 dari hadits Ibnu Umar radhiyallahu anhuma, serta Muslim no. 2699 dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu anhu –pent)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
يَا مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانِهِ وَلم يَدْخُل الإيمَانُ قَلْبَهُ ! لاَ تَغْتَابُوا الْمُسْلِمِيْنَ وَلاَ تَتَّبِعُوا عَوْرَاتِهِمْ فَإِنَّهُ مَنْ تَتَبَّعَ عَوْرَةَ أَخِيْهِ الْمُسْلِمِ تَتَبَّعَ اللهُ عَوْرَتَهُ وَمَنْ تَتَبَّعَ اللهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ وَلَوْ فِي جَوْفِ بَيْتِهِ
"Wahai orang-orang yang beriman dengan lisannya akan tetapi iman belum masuk kedalam hatinya, janganlah kalian mengghibahi kaum muslimin, dan janganlah pula mencai-cari aib mereka, sesungguhnya barang siapa yang mencari-cari aib saudaranya sesama muslim maka Allah akan mencari-cari kesalahannya, dan barangsiapa yang Allah mencari-cari kesalahannya maka Allah akan mempermalukannya meskipun ia berada di dalam rumahnya" (HR Abu Dawud no 4880)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
وَمَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيْهِ كَانَ اللهُ فِي حَاجَتِهِ وَمَنْ فَرَجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَجَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبَاتِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
"Barang siapa yang membantu memenuhi kebutuhan saudaranya maka Allah akan memenuhi hajatnya, barang siapa yang melepaskan kesulitan seorang muslim maka Allah akan melepaskan kesulitannya pada hari kiamat, dan barang siapa yang menutupi aib seorang muslim maka Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat" (HR Al-Bukhari no 2442 dan Muslim no 2580)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
وَمَنْ يُشَاقِقْ يَشْقُقِ اللَّهُ عَلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
"Barang siapa yang menyulitkan (orang lain) maka Allah akan mempersulitnya para hari kiamat"
(HR Al-Bukhari no 7152)
Pengertian Aib
Secara
bahasa, aib artinya cacat dan kekurangan. Bentuk jamaknya: uyub.
Sesuatu yang memiliki aib, dalam bahasa arab, disebut a`ib. Aib adalah
suatu cela atau kondisi yang tidak baik tentang seseorang jika diketahui oleh
orang lain akan membuat rasa malu, rasa malu ini membawa kepada efek psikologi
yang negatif jika tersebar.
Sebagian
ulama mazhab Hanafi menjelaskan aib dengan pengertian:
مَا يَخْلُو عَنْهُ أَصْل الْفِطْرَةِ
السَّلِيمَةِ مِمَّا يُعَدُّ بِهِ نَاقِصًا
Suatu
bagian yang tidak ada dari asal penciptaanya dan hal itu dianggap sebagai
bentuk kekurangan. (Al-Hasfaki, ad-Dur al-Mukhtar, Dar al-Fikr, Beirut)
Usai shalat ashar di masjid Quba, seorang sahabat mengundang Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam beserta jamaah untuk menikmati hidangan
daging unta di rumahnya. Ketika sedang makan, ada tercium aroma tidak
sedap. Rupanya diantara yang hadir ada yang buang angin. Para sahabat
saling menoleh. Wajah Rasulullah sedikit berubah tanda tidak senang.
Maka tatkala waktu sholat maghrib hampir masuk, sebelum bubar,
Rasulullah berkata: "Barangsiapa yang makan daging unta, hendaklah ia
berwudhu!". Mendengar perintah Rasulullah tersebut maka seluruh jamaah
mengambil air wudhu. Dan terhindarlah aib orang yang buang angin tadi.
Aib adalah suatu cela atau kondisi yang tidak baik tentang seseorang
jika diketahui oleh orang lain akan membuat rasa malu, rasa malu ini
membawa kepada efek sikologi yang negatif jika tersebar.
Namun banyak kita dapati di tengah keseharian kita, pembicaraan dan
obrolan itu sepertinya tidak asyik kalau tidak membicarakan aib, cacat
dan kekurangan yang ada pada orang lain, padahal obrolan itu bukanlah
perkara ringan dalam pandangan Islam.
Ajaran Islam melarang keras aib seseorang diceritakan, dan tidak boleh
sekali-kali menyebarkan tentang apa atau bagaimana kondisi yang tidak
baik tentang seseorang, bahkan islam mengajarkan untuk menutupinya.
Allah berfirman dalam Surat Al Hujarat ayat 12 yang artinya:
"Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah kebanyakan dari prasangka,
karena sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa dan
janganlah kamu mengintip atau mencari-cari kesalahan dan aib orang lain;
dan janganlah kamu mengumpat sebagian yang lain. Apakah seseorang dari
kamu suka memakan daging saudaranya yang telah mati? Maka sudah tentu
kamu jijik kepadanya. (Oleh itu, jauhilah larangan-larangan yang
tersebut) dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima
taubat lagi Maha Penyayang."
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda yang artinya: "Wahai
orang yang beriman dengan lisannya, tetapi tidak beriman dengan hatinya.
Janganlah kamu mengumpat kaum muslimin dan janganlah mengintip aib
mereka, maka barang siapa yang mengintip aib saudaranya, niscaya Allah
akan mengintip aibnya dan siapa yang diintip Allah akan aibnya, maka
Allah akan membuka aibnya meskipun dirahasiakan di lubang kendaraannya."
(HR. at-Tirmidzi)
Bahkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam juga melarang seseorang
untuk membuka aib dirinya sendiri kepada orang lain, sebagaimana
sabdanya: "Setiap umatku dimaafkan kecuali orang yang terang-terangan
(melakukan maksiat). Dan termasuk terang-terangan adalah seseorang yang
melakukan perbuatan maksiat di malam hari, kemudian di paginya ia
berkata: wahai fulan, kemarin aku telah melakukan ini dan itu –padahal
Allah telah menutupnya- dan di pagi harinya ia membuka tutupan Allah
atas dirinya." (HR. Bukhori Muslim)
Sebaliknya, Rasulullah memberikan kabar gembira bagi orang-orang yang
menutup aib saudara-saudara mereka, dengan menutup aib mereka di dunia
dan akhirat, seperti dalam hadits shahih: "Dan barangsiapa yang menutup
aib seorang muslim, niscaya Allah menutup aibnya di dunia dan akhirat."
(HR. Muslim)
Adapun aib yang ada pada seseorang bisa dibagi menjadi dua kategori:
Pertama, aib yang sifatnya khalqiyah, yaitu aib yang sifatnya qodrati
dan bukan merupakan perbuatan maksiat. Seperti cacat di salah satu organ
tubuh atau penyakit yang membuatnya malu jika diketahui oleh orang
lain.
Aib seperti ini adalah aurat yang harus dijaga, tidak boleh disebarkan
atau dibicarakan, baik secara terang-terangan atau dengan gunjingan,
karena perbuatan tersebut adalah dosa besar menurut mayoritas ulama,
karena aib yang sifatnya penciptaan Allah yang manusia tidak memiliki
kuasa menolaknya, maka menyebarkannya berarti menghina dan itu berarti
menghina Penciptanya. (Imam al Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin).
Kedua, aib berupa perbuatan maksiat, baik yang dilakukan secara
sembunyi-sembunyi atau terang-terangan. Maksiat yang dilakukan
sembunyi-sembunyi juga terbagi menjadi dua:
Pertama: Perbuatan maksiat yang hanya merusak hubungannya secara
pribadi dengan Allah seperti minum khamr, berzina dll. Jika seorang
muslim mendapati saudaranya melakukan perbuatan seperti ini hendaklah ia
tidak menyebarluaskan hal tersebut, namun dia tetap memiliki kewajiban
untuk melakukan amar ma'ruf dan nahi mungkar. Imam Syafi’i berkata,
“Siapa yang menasehati saudaranya dengan tetap menjaga kerahasiaannya
berarti dia benar-benar menasehatinya dan memperbaikinya. Sedang yang
menasehati tanpa menjaga kerahasiaannya, berarti telah mengekspos aibnya
dan mengkhianatinya." (Syarh Shahih Muslim, Imam an Nawawi).
Kedua: Perbuatan maksiat yang dilakukan sembunyi-sembunyi tapi
merugikan orang lain seperti mencuri, korupsi dan lain sebagainya. Maka
perbuatan seperti ini diperbolehkan untuk diselidiki dan diungkap,
karena hal ini sangat berbahaya jika dibiarkan, karena akan lebih banyak
lagi merugikan orang lain.
Sebuah kisah masyhur yang ditulis oleh Imam Ibnu Qudamah dalam kitab
"Tawwabin" dapat dijadikan pelajaran bagi kita untuk menutup aib diri
sendiri dan aib orang lain serta mengakuinya dihadapan Allah dengan
bertaubat atas dosa tersebut.
Disebutkan bahwa pada zaman nabi Musa 'alaihis salam, Bani Israil
ditimpa musim kemarau yang berkepanjangan. Mereka pun berkumpul
mendatangi Nabi mereka. Mereka berkata , "Wahai Kaliimallah, berdoalah
kepada Rabbmu agar Dia menurunkan hujan kepada kami." Maka berangkatlah
nabi Musa 'alaihis salam bersama kaumnya menuju padang pasir yang luas
bersama lebih dari 70 ribu orang. Mulailah mereka berdoa dengan kondisi
yang lusuh penuh debu, haus dan lapar.
Musa berdoa, "Wahai Tuhan kami turunkanlah hujan kepada kami,
tebarkanlah rahmat-Mu, kasihilah anak-anak dan orang-orang yang
mengandung, hewan-hewan dan orang-orang tua yang rukuk dan sujud."
Setelah itu langit tetap saja terang benderang, matahari pun bersinar
makin kemilau. Kemudian Musa berdoa lagi, "Wahai Tuhanku berilah akmi
hujan".
Allah pun berfirman kepada Musa, "Bagaimana Aku akan menurunkan hujan
kepada kalian sedangkan di antara kalian ada seorang hamba yang
bermaksiat sejak 40 tahun yang lalu. Keluarkanlah ia di depan manusia
agar dia berdiri di depan kalian semua. Karena dialah, Aku tidak
menurunkan hujan untuk kalian. "
Maka Musa pun berteriak di tengah-tengah kaumnya, "Wahai hamba yang
bermaksiat kepada Allah sejak 40 tahun, keluarlah ke hadapan kami,
karena engkaulah hujan tak kunjung turun."
Seorang laki-laki melirik ke kanan dan kiri, maka tak seorang pun yang
keluar di depan manusia, saat itu pula ia sadar kalau dirinyalah yang
dimaksud.
Ia berkata dalam hatinya, "Kalau aku keluar ke depan manusia, maka akan
terbuka rahasiaku. Kalau aku tidak berterus terang, maka hujan pun tak
akan turun. "
Maka kepalanya tertunduk malu dan menyesal, air matanya pun menetes,
sambil berdoa kepada Allah, "Ya Allah, Aku telah bermaksiat kepadamu
selama 40 tahun, selama itu pula Engkau menutupi aibku. Sungguh sekarang
aku bertobat kepada-Mu, maka terimalah taubatku. "
Belum sempat ia mengakhiri doanya maka awan-awan tebalpun bergumpal, semakin tebal menghitam lalu turunlah hujan.
Nabi Musa pun keheranan dan berkata, "Ya Allah, Engkau telah turunkan
hujan kepada kami, namun tak seorang pun yang keluar di depan manusia."
Allah berfirman, "Aku menurunkan hujan karena seorang hamba yang karenanya hujan tak kunjung turun."
Musa berkata, "Ya Allah, Tunjukkan padaku hamba yang taat itu."
Allah berfirman, "Wahai Musa, Aku tidak membuka aibnya padahal ia
bermaksiat kepada-Ku, apakah Aku membuka akan aibnya sedangkan ia taat
kepada-Ku?!"
Setiap orang pasti memiliki kekurangan, cela dan dosa tertentu pada
dirinya, maka suatu aib yang ada pada seseorang dapat dijadikan
pelajaran bagi orang lain untuk dapat belajar dan memperbaiki diri agar
tidak melakukan hal serupa yang akan menimpa dirinya dan orang lain
akibat perbuatannya tersebut.
Maka beruntung dan berbahagialah orang yang disibukkan oleh aibnya
sendiri dari disibukkan dengan aib orang lain. Begitulah Rasulullah Saw
menyampaikan dalam sabdanya: "Berbahagialah orang yang disibukkan dengan
aibnya sendiri, sehingga ia tidak sempat memperhatikan aib orang lain."
(HR Al-Bazzar dengan Sanad hasan).
Sungguh indahnya ajaran Islam yang menuntun kita agar menjaga aib kita
sendiri dan menjaga aib orang lain, dan terus berupaya memperbaiki diri.
Wallahu a'lam bishowab.
3 Keutamaan Menutupi Aib Saudara Sesama Muslim
Islam adalah agama yang sangat indah. Ia mengajarkan umatnya untuk tidak membuka aib orang lain yang hanya akan membuat orang tersebut terhina. Islam memerintahkan umatnya untuk menutupi aib saudaranya sesama muslim. Dan bagi mereka yang mau menutupi aib saudaranya tersebut, ada 3 keutamaan yang bisa ia dapatkan sebagaimana hadits-hadits berikut ini:1. Allah akan menutupi aibnya di akhirat kelak
لَا يَسْتُرُ عَبْدٌ عَبْدًا فِي الدُّنْيَا إِلَّا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
مَنْ سَتَرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ فِي الدُّنْيَا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Sebaliknya, siapa yang mengumbar aib saudaranya, Allah akan membuka aibnya hingga aib rumah tangganya.
مَنْ سَتَرَ عَوْرَةَ أَخِيهِ الْمُسْلِمِ سَتَرَ اللَّهُ عَوْرَتَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمَنْ كَشَفَ عَوْرَةَ أَخِيهِ الْمُسْلِمِ كَشَفَ اللَّهُ عَوْرَتَهُ حَتَّى يَفْضَحَهُ بِهَا فِي بَيْتِهِ
2. Allah juga menutupi aibnya di dunia ini
مَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ
مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ فِي الدُّنْيَا يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ عَلَى مُسْلِمٍ فِي الدُّنْيَا سَتَرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ
3. Keutamaan menutup aib saudara seperti menghidupkan bayi yang dikubur hidu-hidup
مَنْ رَأَى عَوْرَةً فَسَتَرَهَا كَانَ كَمَنْ أَحْيَا مَوْءُودَةً
مَنْ رَأَى عَوْرَةً فَسَتَرَهَا كَانَ كَمَنْ اسْتَحْيَا مَوْءُودَةً مِنْ قَبْرِهَا
مَنْ سَتَرَ مُؤْمِنًا كَانَ كَمَنْ أَحْيَا مَوْءُودَةً مِنْ قَبْرِهَا
Wallahu a'lam bish shawab.
Pada zaman Nabi Musa ‘alaihis salam, bani Israel ditimpa musim kemarau yang berkepanjangan. Mereka pun berkumpul mendatangi Nabi mereka. Mereka berkata, “Ya Kaliimallah, berdoalah kepada Rabbmu agar Dia menurunkan hujan kepada kami.” Maka berangkatlah Musa ‘alaihis salam
bersama kaumnya menuju padang pasir yang luas. Waktu itu mereka
berjumlah lebih dari 70 ribu orang. Mulailah mereka berdoa dengan
keadaan yang lusuh dan kumuh penuh debu, haus dan lapar.
Nabi Musa berdoa, “Ilaahi! Asqinaa ghaitsak…. Wansyur ‘alaina rahmatak… warhamnaa bil athfaal ar rudhdha’… wal bahaaim ar rutta’… wal masyaayikh ar rukka’…..”
Setelah itu langit tetap saja terang benderang… matahari pun bersinar makin kemilau… (maksudnya segumpal awan pun tak jua muncul).
Kemudian Nabi Musa berdoa lagi, “Ilaahi … asqinaa….”
Allah pun berfirman kepada Musa, “Bagaimana Aku akan menurunkan hujan kepada kalian sedangkan di antara kalian ada seorang hamba yang bermaksiat sejak 40 tahun yang lalu. Umumkanlah di hadapan manusia agar dia berdiri di hadapan kalian semua. Karena dialah, Aku tidak menurunkan hujan untuk kalian…”
Maka Musa pun berteriak di tengah-tengah kaumnya, “Wahai hamba yang bermaksiat kepada Allah sejak 40 tahun… keluarlah ke hadapan kami…. karena engkaulah hujan tak kunjung turun…”
Seorang laki-laki melirik ke kanan dan kiri… maka tak seorang pun yang keluar di hadapan manusia… saat itu pula ia sadar kalau dirinyalah yang dimaksud…..
Ia berkata dalam hatinya, “Kalau aku keluar ke hadapan manusia, maka akan terbuka rahasiaku… Kalau aku tidak berterus terang, maka hujan pun tak akan turun.”
Maka hatinya pun gundah gulana… air matanya pun menetes….. menyesali perbuatan maksiatnya… sambil berkata lirih, “Ya Allah… Aku telah bermaksiat kepadamu selama 40 tahun… selama itu pula Engkau menutupi ‘aibku. Sungguh sekarang aku bertaubat kepada Mu, maka terimalah taubatku…”
Tak lama setelah pengakuan taubatnya tersebut, maka awan-awan tebal pun bermunculan… semakin lama semakin tebal menghitam… dan akhirnya turunlah hujan.
Musa pun keheranan, “Ya Allah, Engkau telah turunkan hujan kepada kami, namun tak seorang pun yang keluar di hadapan manusia.” Allah berfirman, “Aku menurunkan hujan kepada kalian oleh sebab hamba yang karenanya hujan tak kunjung turun.”
Musa berkata, “Ya Allah… Tunjukkan padaku hamba yang taat itu.”
Allah berfirman, “Ya Musa, Aku tidak membuka ‘aibnya padahal ia bermaksiat kepada-Ku, apakah Aku akan membuka ‘aibnya sedangkan ia taat kepada-Ku?!”
(Kisah ini dikutip dari buku berjudul “Fii Bathni al-Huut” oleh Syaikh DR. Muhammad Al ‘Ariifi, hal. 42)
Subhaanallah… Kalaulah bukan karena Allah menutupi aib-aib kita…
Dan jangan sedikitpun senang bila aibnya terbongkar...
Dan jangan mencari-cari cara agar aib seorang yang bermaksiat bisa terbongkar...
Pintu taubat kan senantiasa terbuka...
Engkau tak tahu, boleh jadi Allah menerima taubatnya...
Dan yang tersisa adalah dosa pada dirimu karena menyebar kesalahannya...
Maka, tutuplah aib seorang muslim, sekuat tenaga..
Kalau sampai berita aib itu melalui HP mu misalnya, hal yang pertama kau lakukan adalah berdoa kepada Allah memohon pertolongan, kemudian hapuslah berita tersebut...
-Syaikh Shalih al Maghamisi-
Karena itu saudaraku… Tutuplah aib yang ada pada dirimu dengan menutup aib yang ada pada saudaramu yang memang pantas ditutup. Dengan engkau menutup aib saudaramu, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menutup aibmu di dunia dan kelak di akhirat. Siapa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala tutup aib di dunianya, di hari akhir nanti Allah Subhanahu wa Ta’ala pun akan menutup aibnya sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَسْتُرُ اللهُ عَلَى عَبْدٍ فِي الدُّنْيَا إِلاَّ سَتَرَهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Tidaklah Allah menutup aib seorang hamba di dunia melainkan nanti di hari kiamat Allah juga akan menutup aibnya.” [HR. Muslim no. 6537]
Dalam hadits yang lain dari Abdullah bin Umar radhiallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يُسْلِمُهُ مَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ بِهَا كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Seorang muslim dgn muslim yang lain adalah bersaudara, dia tak boleh berbuat zhalim & aniaya kepada saudaranya. Barangsiapa yang membantu kebutuhan saudaranya, maka Allah akan memenuhi kebutuhannya. Barangsiapa yanga membebaskan seorang muslim dari suatu kesulitan, maka Allah akan membebaskannya dari kesulitan pada hari kiamat. Dan barangsiapa yang menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat kelak.” [HR. Muslim no. 2850]
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.
Seiring
dengan perkembangan zaman yang semakin modern, semakin mudah saja saja manusia
melakukan perbuatan tercela, seperti ghibah, namimah, berprasangka
buruk dan akhlak tercela lainnya. Bahkan
secara tidak sadar terkadang manusia dengan asyiknya membicarakan kejelekan
orang lain, entah itu secara langsung dan terang-terangan atau dengan cara
samar, entah itu dalam dunia nyata atau dunia maya melalui jejaring sosial yang
kini semakin berkembang dengan pesatnya.
Nabi Musa berdoa, “Ilaahi! Asqinaa ghaitsak…. Wansyur ‘alaina rahmatak… warhamnaa bil athfaal ar rudhdha’… wal bahaaim ar rutta’… wal masyaayikh ar rukka’…..”
Setelah itu langit tetap saja terang benderang… matahari pun bersinar makin kemilau… (maksudnya segumpal awan pun tak jua muncul).
Kemudian Nabi Musa berdoa lagi, “Ilaahi … asqinaa….”
Allah pun berfirman kepada Musa, “Bagaimana Aku akan menurunkan hujan kepada kalian sedangkan di antara kalian ada seorang hamba yang bermaksiat sejak 40 tahun yang lalu. Umumkanlah di hadapan manusia agar dia berdiri di hadapan kalian semua. Karena dialah, Aku tidak menurunkan hujan untuk kalian…”
Maka Musa pun berteriak di tengah-tengah kaumnya, “Wahai hamba yang bermaksiat kepada Allah sejak 40 tahun… keluarlah ke hadapan kami…. karena engkaulah hujan tak kunjung turun…”
Seorang laki-laki melirik ke kanan dan kiri… maka tak seorang pun yang keluar di hadapan manusia… saat itu pula ia sadar kalau dirinyalah yang dimaksud…..
Ia berkata dalam hatinya, “Kalau aku keluar ke hadapan manusia, maka akan terbuka rahasiaku… Kalau aku tidak berterus terang, maka hujan pun tak akan turun.”
Maka hatinya pun gundah gulana… air matanya pun menetes….. menyesali perbuatan maksiatnya… sambil berkata lirih, “Ya Allah… Aku telah bermaksiat kepadamu selama 40 tahun… selama itu pula Engkau menutupi ‘aibku. Sungguh sekarang aku bertaubat kepada Mu, maka terimalah taubatku…”
Tak lama setelah pengakuan taubatnya tersebut, maka awan-awan tebal pun bermunculan… semakin lama semakin tebal menghitam… dan akhirnya turunlah hujan.
Musa pun keheranan, “Ya Allah, Engkau telah turunkan hujan kepada kami, namun tak seorang pun yang keluar di hadapan manusia.” Allah berfirman, “Aku menurunkan hujan kepada kalian oleh sebab hamba yang karenanya hujan tak kunjung turun.”
Musa berkata, “Ya Allah… Tunjukkan padaku hamba yang taat itu.”
Allah berfirman, “Ya Musa, Aku tidak membuka ‘aibnya padahal ia bermaksiat kepada-Ku, apakah Aku akan membuka ‘aibnya sedangkan ia taat kepada-Ku?!”
(Kisah ini dikutip dari buku berjudul “Fii Bathni al-Huut” oleh Syaikh DR. Muhammad Al ‘Ariifi, hal. 42)
Subhaanallah… Kalaulah bukan karena Allah menutupi aib-aib kita…
Hadith:Allah Menutup Aib Orang Yang Menutup Aib Saudaranya
1. “Wahai sekalian manusia yang beriman dengan lidahnya, (namun) belum
masuk iman ke dalam hatinya. Janganlah engkau sekalian mengumpat
orang-orang Islam dan jangan membuka aib mereka, (kerana) sesungguhnya
orang yang membuka aib saudaranya yang muslim, maka Allah akan membuka
aibnya. Dan siapa yang aibnya dibuka Allah, maka Dia akan membukanya
sekalipun di dalam rumahnya.” (HR. Muslim, Abu Daud dan at-Tirmidzi)
2. “Siapa yang membela harga diri saudaranya yang muslim, nescaya Allah
swt menjaga wajahnya dari neraka pada hari kiamat” (HR. at-Tirmidzi)
3. “Sesiapa yang menutup aib saudara muslimnya maka Allah akan menutup
aibnya di akhirat” (HR. at-Tirmidzi dan disahihkan oleh Al-Albani)
4. “Seorang muslim itu ibarat cermin kepada yang lainnya, bila dia
melihat sebarang kekotoran maka segera dia menyapunya” (HR. at-Tirmidzi
dan Abu Daud)
5. “Sesiapa yang melakukan dosa sedemikian (syirik, mencuri dan zina)
dan dihukum keranannya, maka hukuman itu adalah kifarah baginya. Dan
sesiapa yang melakukan dosa sedemikian lalu Allah menutupinya, maka
terpulang kepada Allah sama ada untuk mengampunkannya atau mengazabnya.”
(HR. al-Bukhari)
6. “Wahai Rasulullah, apa sebenarnya Ghibah itu?” Rasulullah s.a.w.
menjawab, “Iaitu berkata sesuatu tentang saudaramu yang dia tidak suka”,
ditanya lagi “Bagaimana kalau ianya benar?” Rasulullah s.a.w. menjawab
“Sekiranya apa yang kau katakan itu benar engkau telah melakukan ghibah
dan sekiranya tidak engkau telah melakukan fitnah”
7. Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, ia berkata, “Ada seorang lelaki
yang minum minuman keras (khamr) dibawa di hadapan Nabi s.a.w., maka
Baginda bersabda: “Kalian pukullah dia”. Abu Hurairah berkata, “Di
antara kami ada yang memukul dengan tangannya, ada yang memukul dengan
sandalnya, dan ada yang memukul dengan pakaiannya”. Ketika orang itu
akan kembali, sebahagian orang berkata kepadanya. “Mudah-mudahan Allah
menghinakanmu”. Rasulullah bersabda: “Janganlah kamu berkata yang
demikian itu, jangan kamu membantu perbuatan syaitan (syaitan sangat
suka jika Allah menghinakan hambanya kerana memang itu pekerjaan
syaitan)”. (HR. al-Bukhari)
8. “Wahai golongan yang beriman dengan lisannya, tetapi tidak beriman
dengan hatinya. Janganlah kamu mengumpat kaum Muslimin dan janganlah
mengintip keaiban mereka, maka barang siapa yang mengintip keaiban
saudaranya, nescaya Allah akan mengintip keaibannya dan siapa yang
diintip Allah akan keaibannya maka Allah akan membuka keaibannya
walaupun dirahsiakan di lubang kenderaannya.” (HR. at-Tirmidzi)
9. “Seorang Muslim itu saudara bagi Muslim yang lain. Dia tidak
menganiayanya dan tidak pula membiarkan dia teraniaya. Siapa yang
menolong keperluan saudaranya maka Allah akan menolong keperluannya
pula. Siapa yang menghilangkan kesusahan seorang Muslim, Allah akan
menghilangkan kesusahannya di hari kiamat. Dan siapa yang menutup
keaiban seorang Muslim, maka Allah SWT akan menutup keaibannya di hari
akhirat.” (HR. al-Bukhari)
10. “Setiap orang mempunyai keaiban dan tidak ada seorang pun yang
terlepas dari melakukan kesalahan. Rasulullah SAW bersabda, “Setiap
daripada kamu adalah orang yang berbuat salah, dan sebaik-baik orang
yang berbuat salah adalah orang yang bertaubat.”( HR Ahmad).
Di antara penyebab ditutupnya dosa kita pada hari kiamat adalah:
JANGAN KAU BUKA AIB SAUDARAMU SESAMA MUSLIM...Dan jangan sedikitpun senang bila aibnya terbongkar...
Dan jangan mencari-cari cara agar aib seorang yang bermaksiat bisa terbongkar...
Pintu taubat kan senantiasa terbuka...
Engkau tak tahu, boleh jadi Allah menerima taubatnya...
Dan yang tersisa adalah dosa pada dirimu karena menyebar kesalahannya...
Maka, tutuplah aib seorang muslim, sekuat tenaga..
Kalau sampai berita aib itu melalui HP mu misalnya, hal yang pertama kau lakukan adalah berdoa kepada Allah memohon pertolongan, kemudian hapuslah berita tersebut...
-Syaikh Shalih al Maghamisi-
Karena itu saudaraku… Tutuplah aib yang ada pada dirimu dengan menutup aib yang ada pada saudaramu yang memang pantas ditutup. Dengan engkau menutup aib saudaramu, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menutup aibmu di dunia dan kelak di akhirat. Siapa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala tutup aib di dunianya, di hari akhir nanti Allah Subhanahu wa Ta’ala pun akan menutup aibnya sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَسْتُرُ اللهُ عَلَى عَبْدٍ فِي الدُّنْيَا إِلاَّ سَتَرَهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Tidaklah Allah menutup aib seorang hamba di dunia melainkan nanti di hari kiamat Allah juga akan menutup aibnya.” [HR. Muslim no. 6537]
Dalam hadits yang lain dari Abdullah bin Umar radhiallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يُسْلِمُهُ مَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ بِهَا كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Seorang muslim dgn muslim yang lain adalah bersaudara, dia tak boleh berbuat zhalim & aniaya kepada saudaranya. Barangsiapa yang membantu kebutuhan saudaranya, maka Allah akan memenuhi kebutuhannya. Barangsiapa yanga membebaskan seorang muslim dari suatu kesulitan, maka Allah akan membebaskannya dari kesulitan pada hari kiamat. Dan barangsiapa yang menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat kelak.” [HR. Muslim no. 2850]
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.
Ketika
asyik membicarakan kekurangan orang lain seakan lupa dengan diri
sendiri. Seolah diri sendiri sempurna tiada cacat dan cela. Ibarat kata
pepatah, “Kuman di seberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata tiada tampak.”…
Saudariku muslimah…
Bagi
kebanyakan kaum wanita, ibu-ibu ataupun remaja putri, bergunjing
membicarakan aib, cacat, atau cela yang ada pada orang lain bukanlah
perkara yang besar. Bahkan di mata mereka terbilang remeh, ringan dan
begitu gampang meluncur dari lisan. Seolah-olah obrolan tidak asyik bila
tidak membicarakan kekurangan orang lain. “Si Fulanah begini dan begitu…”. “Si ‘Alanah orangnya suka ini dan itu…”.
Ketika
asyik membicarakan kekurangan orang lain seakan lupa dengan diri
sendiri. Seolah diri sendiri sempurna tiada cacat dan cela. Ibarat kata
pepatah, “Kuman di seberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata tiada tampak.”
Perbuatan
seperti ini selain tidak pantas/tidak baik menurut perasaan dan akal
sehat kita, ternyata syariat yang mulia pun mengharamkannya bahkan
menekankan untuk melakukan yang sebaliknya yaitu menutup dan
merahasiakan aib orang lain.
Ketahuilah
wahai saudariku, siapa yang suka menceritakan kekurangan dan kesalahan
orang lain, maka dirinya pun tidak aman untuk diceritakan oleh orang
lain. Seorang ulama salaf berkata, “Aku mendapati orang-orang yang
tidak memiliki cacat/cela, lalu mereka membicarakan aib manusia maka
manusia pun menceritakan aib-aib mereka. Aku dapati pula orang-orang
yang memiliki aib namun mereka menahan diri dari membicarakan aib
manusia yang lain, maka manusia pun melupakan aib mereka.”1
Tahukah engkau bahwa manusia itu terbagi dua:
Pertama:
Seseorang yang tertutup keadaannya, tidak pernah sedikitpun diketahui
berbuat maksiat. Bila orang seperti ini tergelincir dalam kesalahan maka
tidak boleh menyingkap dan menceritakannya, karena hal itu termasuk
ghibah yang diharamkan. Perbuatan demikian juga berarti menyebarkan
kejelekan di kalangan orang-orang yang beriman. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman:
إِنَّ
الَّذِيْنَ يُحِبُّوْنَ أَنْ تَشِيْعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِيْنَ
آمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيْمٌ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ
“Sesungguhnya
orang-orang yang menyenangi tersebarnya perbuatan keji2 di kalangan
orang-orang beriman, mereka memperoleh azab yang pedih di dunia dan di
akhirat….” (An-Nur: 19)
Kedua:
Seorang yang terkenal suka berbuat maksiat dengan terang-terangan,
tanpa malu-malu, tidak peduli dengan pandangan dan ucapan orang lain.
Maka membicarakan orang seperti ini bukanlah ghibah. Bahkan harus
diterangkan keadaannya kepada manusia hingga mereka berhati-hati dari
kejelekannya. Karena bila orang seperti ini ditutup-tutupi kejelekannya,
dia akan semakin bernafsu untuk berbuat kerusakan, melakukan keharaman
dan membuat orang lain berani untuk mengikuti perbuatannya3.
Saudariku muslimah…
Engkau mungkin pernah mendengar hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berbunyi:
مَنْ
نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا، نَفَّسَ اللهُ
عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى
مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ، وَمَنْ
سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ فيِ الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ، وَاللهُ فِي
عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيْهِ …
“Siapa
yang melepaskan dari seorang mukmin satu kesusahan yang sangat dari
kesusahan dunia niscaya Allah akan melepaskan darinya satu kesusahan
dari kesusahan di hari kiamat. Siapa yang memudahkan orang yang sedang
kesulitan niscaya Allah akan memudahkannya di dunia dan nanti di
akhirat. Siapa yang menutup aib seorang muslim niscaya Allah akan
menutup aibnya di dunia dan kelak di akhirat. Dan Allah senantiasa
menolong hamba-Nya selama hamba-Nya itu menolong saudaranya….” (HR. Muslim no. 2699)
Bila
demikian, engkau telah tahu keutamaan orang yang suka menutup aib
saudaranya sesama muslim yang memang menjaga kehormatan dirinya, tidak
dikenal suka berbuat maksiat namun sebaliknya di tengah manusia ia
dikenal sebagai orang baik-baik dan terhormat. Siapa yang menutup aib
seorang muslim yang demikian keadaannya, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan
menutup aibnya di dunia dan kelak di akhirat.
Namun
bila di sana ada kemaslahatan atau kebaikan yang hendak dituju dan bila
menutupnya akan menambah kejelekan, maka tidak apa-apa bahkan wajib
menyampaikan perbuatan jelek/aib/cela yang dilakukan seseorang kepada
orang lain yang bisa memberinya hukuman. Jika ia seorang istri maka
disampaikan kepada suaminya. Jika ia seorang anak maka disampaikan
kepada ayahnya. Jika ia seorang guru di sebuah sekolah maka disampaikan
kepada mudir-nya (kepala sekolah). Demikian seterusnya4.
Yang
perlu diingat, wahai saudariku, diri kita ini penuh dengan kekurangan,
aib, cacat, dan cela. Maka sibukkan diri ini untuk memeriksa dan
menghitung aib sendiri, niscaya hal itu sudah menghabiskan waktu tanpa
sempat memikirkan dan mencari tahu aib orang lain. Lagi pula, orang yang
suka mencari-cari kesalahan orang lain untuk dikupas dan dibicarakan di
hadapan manusia, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan membalasnya dengan
membongkar aibnya walaupun ia berada di dalam rumahnya. Sebagaimana
disebutkan dalam hadits Abu Barzah Al-Aslami radhiyallahu ‘anhu dari
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
يَا
مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يَدْخُلِ اْلإِيْمَانُ قَلْبَهُ،
لاَ تَغْتَابُوا الْمُسْلِمِيْنَ، وَلاَ تَتَّبِعُوْا عَوْرَاتِهِمْ،
فَإِنَّهُ مَنِ اتَّبَعَ عَوْرَاتِهِمْ يَتَّبِعِ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ
عَوْرَاتِهُ، وَمَنْ يَتَّبِعِ اللهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ فِي بَيْتِهِ
“Wahai
sekalian orang yang beriman dengan lisannya dan iman itu belum masuk ke
dalam hatinya5. Janganlah kalian mengghibah kaum muslimin dan jangan
mencari-cari/mengintai aurat6 mereka. Karena orang yang suka
mencari-cari aurat kaum muslimin, Allah akan mencari-cari auratnya. Dan
siapa yang dicari-cari auratnya oleh Allah, niscaya Allah akan
membongkarnya di dalam rumahnya (walaupun ia tersembunyi dari manusia).”
(HR. Ahmad 4/420, 421,424 dan Abu Dawud no. 4880. Kata Asy-Syaikh
Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Abi Dawud: “Hasan shahih.”)
Abdullah
bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma menyampaikan hadits yang sama, ia
berkata, “Suatu hari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam naik ke
atas mimbar, lalu menyeru dengan suara yang tinggi:
يَا
مَعْشَرَ مَنْ أَسْلَمَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يُفْضِ اْلإِيْمَانُ إِلَى
قَلْبِهِ، لاَ تُؤْذُو الْمُسْلِمِيْنَ، وَلاَ تُعَيِّرُوْهُمْ، وَلاَ
تَتَّبِعُوْا عَوْرَاتِهِمْ، فَإِنَّهُ مَنْ تَتَبَّعَ عَوْرَةَ أَخِيْهِ
الْمُسْلِمِ تَتَبَّعَ اللهُ عَوْرَتَهُ،
وَمَنْ يَتَّبِعِ اللهُ
عَوْرَتَهُ، يَفْضَحْهُ وَلَوْ فِي جَوْفِ رَحْلِهِ
“Wahai
sekalian orang yang mengaku berislam dengan lisannya dan iman itu belum
sampai ke dalam hatinya. Janganlah kalian menyakiti kaum muslimin,
janganlah menjelekkan mereka, jangan mencari-cari aurat mereka. Karena
orang yang suka mencari-cari aurat saudaranya sesema muslim, Allah akan
mencari-cari auratnya. Dan siapa yang dicari-cari auratnya oleh Allah,
niscaya Allah akan membongkarnya walau ia berada di tengah tempat
tinggalnya.” (HR. At-Tirmidzi no. 2032, dihasankan Asy-Syaikh
Muqbil rahimahullahu dalam Ash-Shahihul Musnad Mimma Laisa fish
Shahihain, hadits no. 725, 1/581)
Dari
hadits di atas tergambar pada kita betapa besarnya kehormatan seorang
muslim. Sampai-sampai ketika suatu hari Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu
‘anhuma memandang ke Ka’bah, ia berkata:
مَا أَعْظَمَكِ وَأَعْظَمَ حُرْمَتَكِ، وَالْمُؤْمِنُ أَعْظَمَ حُرْمَةً عِنْدَ اللهِ مِنْكِ
“Alangkah agungnya engkau dan besarnya kehormatanmu. Namun seorang mukmin lebih besar lagi kehormatannya di sisi Allah darimu.”7
Karena
itu saudariku… Tutuplah cela yang ada pada dirimu dengan menutup cela
yang ada pada saudaramu yang memang pantas ditutup. Dengan engkau
menutup cela saudaramu, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menutup celamu di
dunia dan kelak di akhirat. Siapa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala tutup
celanya di dunianya, di hari akhir nanti Allah Subhanahu wa Ta’ala pun
akan menutup celanya sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
لاَ يَسْتُرُ اللهُ عَلَى عَبْدٍ فِي الدُّنْيَا إِلاَّ سَتَرَهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Tidaklah Allah menutup aib seorang hamba di dunia melainkan nanti di hari kiamat Allah juga akan menutup aibnya8.” (HR. Muslim no. 6537)
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.
1 Jami’ul Ulum Wal Hikam (2/291).
2
Baik seseorang yang disebarkan kejelekannya itu benar-benar terjatuh
dalam perbuatan tersebut ataupun sekedar tuduhan yang tidak benar.
3
Jami’ul Ulum Wal Hikam (2/293), Syarhul Arba’in Ibnu Daqiqil Ied (hal.
120), Qawa’id wa Fawa`id minal Arba’in An-Nawawiyyah, (hal. 312).
4 Syarhul Arba’in An-Nawawiyyah, Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin (hal. 390-391).
5 Yakni lisannya menyatakan keimanan namun iman itu belum menancap di dalam hatinya.
6
Yang dimaksud dengan aurat di sini adalah aib/cacat atau cela dan
kejelekan. Dilarang mencari-cari kejelekan seorang muslim untuk kemudian
diungkapkan kepada manusia. (Tuhfatul Ahwadzi)
7 Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi no. 2032
8 Al-Qadhi ‘Iyadh rahimahullahu berkata: “Tentang
ditutupnya aib si hamba di hari kiamat, ada dua kemungkinan. Pertama:
Allah akan menutup kemaksiatan dan aibnya dengan tidak mengumumkannya
kepada orang-orang yang ada di mauqif (padang mahsyar). Kedua: Allah
Subhanahu wa Ta’ala tidak akan menghisab aibnya dan tidak menyebut
aibnya tersebut.” Namun kata Al-Qadhi, sisi yang pertama lebih nampak
karena adanya hadits lain.” (Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, 16/360)
Hadits
yang dimaksud adalah hadits dari Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu
‘anhuma, ia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ
اللهَ يُدْنِي الْمُؤْمِنَ فَيَضَعُ عَلَيْهِ كَنَفَهُ وَيَسْتُرُهُ
فَيَقُوْلُ: أَتَعْرِفُ ذَنْبَ كَذَا، أَتَعْرِفُ ذَنْبَ كَذَا؟
فَيَقُوْلُ: نَعَمْ، أَيْ رَبِّ. حَتَّى إِذَا قَرَّرَهُ بِذُنُوْبِهِ
وَرَأَى فِي نَفْسِهِ أَنَّهُ هَلَكَ، قَالَ: سَتَرْتُهَا عَلَيْكَ فِي
الدُّنْيَا، وَأَنَا أَغْفِرُهَا لَكَ الْيَوْمَ. فَيُعْطِي كِتَابَ
حَسَنَاتِهِ …
“Sesungguhnya
(di hari penghisaban nanti) Allah mendekatkan seorang mukmin, lalu
Allah meletakkan tabir dan menutupi si mukmin (sehingga penghisabannya
tersembunyi dari orang-orang yang hadir di mahsyar). Allah berfirman:
‘Apakah engkau mengetahui dosa ini yang pernah kau lakukan? Apakah
engkau tahu dosa itu yang dulunya di dunia engkau kerjakan?’ Si mukmin
menjawab: ‘Iya, hamba tahu wahai Rabbku (itu adalah dosa-dosa yang
pernah hamba lakukan).’ Hingga ketika si mukmin ini telah mengakui
dosa-dosanya dan ia memandang dirinya akan binasa karena dosa-dosa
tersebut, Allah memberi kabar gembira padanya: ‘Ketika di dunia Aku
menutupi dosa-dosamu ini, dan pada hari ini Aku ampuni dosa-dosamu itu.’
Lalu diberikanlah padanya catatan kebaikan-kebaikannya…” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Menutupi Aib Sesama Muslim
Semakin
berkembangnya dunia informasi dan komunikasi secara tidak langsung juga semakin
memudahkan kita dan manusia pada umumnya untuk membuka aib orang lain,
apalagi kalau jejaring sosial itu mempertemukan kita dengan teman yang sudah
lama tidak bertemu, maka dengan asyiknya kita membahas banyak hal yang
ujung-ujungnya biasanya akan merembet pada hal-hal yang dinamakan ghibah.
Banyak kita dapati di tengah keseharian kita, pembicaraan dan obrolan itu
sepertinya tidak asyik kalau tidak membicarakan aib, cacat dan kekurangan yang
ada pada orang lain, padahal obrolan itu bukanlah perkara ringan dalam
pandangan Islam
Namun
bukan berarti perkembangan dunia komunikasi tersebut tidak baik, karena tidak
sedikit dampak positif yang timbul karena perkembangan tersebut, salah satunya
bisa dijadikan sebagai ajang dakwah, tempat silaturrahim dan lain sebagainya.
Berangkat
dari latar belakang di atas, kami akan membahas tentang hadits-hadist nabi
Muhammad SAW tentang larangan membuka atau menyebarkan aib dan anjuran untuk menutupinya.
B. Rumusan
Masalah
Pada pembahasan ini kami memberi
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa
itu aib?
2. Larangan
membuka aib orang lain
3. Hadist-hadits
yang melarang membuka aib orang lain dan anjuran menutupinya.
C. Tujuan
Pembahasan
Tujuan pembahasan dalam makalah ini antara lain :
1. Untuk
memahami hal-hal yang berkaitan dengan aib.
2. Untuk
memahami tentang ajaran agama islam mengenai larangan membuaka aib orang.
3. Untuk
mengetahui hadits-hadits Nabi yang berkaitan dengan larangan membuka aib orang
lain.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Aib
Secara
bahasa, aib artinya cacat dan kekurangan. Bentuk jamaknya: uyub.
Sesuatu yang memiliki aib, dalam bahasa arab, disebut a`ib. Aib adalah
suatu cela atau kondisi yang tidak baik tentang seseorang jika diketahui oleh
orang lain akan membuat rasa malu, rasa malu ini membawa kepada efek psikologi
yang negatif jika tersebar.
Sebagian
ulama mazhab Hanafi menjelaskan aib dengan pengertian:
مَا يَخْلُو عَنْهُ أَصْل الْفِطْرَةِ
السَّلِيمَةِ مِمَّا يُعَدُّ بِهِ نَاقِصًا
Suatu
bagian yang tidak ada dari asal penciptaanya dan hal itu dianggap sebagai
bentuk kekurangan. (Al-Hasfaki, ad-Dur al-Mukhtar, Dar al-Fikr, Beirut)
B. Larangan membuka Aib orang lain
Seorang
mukmin dengan mukmin lainnya adalah bersaudara. Sebuah persaudaraan yang jauh
lebih sakral ketimbang satu ayah dan satu ibu. Karena Allah sendiri yang
menyatakan kekuatan persaudaraan itu:
إِنَّمَا
الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا
اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
- See more at:
http://www.alim.org/library/quran/ayah/compare/49/10/allah%27s-commandment-to-lower-the-voice-in-the-presence-of-holy-prophet-and-make-peace-between-the-believers-if-they-fell-into-fighting-among-themselves#sthash.0DqADbif.dpuf
orang-orang beriman itu
Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara
kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.(Al-Hujurat:
10)
Ketika
seorang mukmin membuka dan menyebarkan aib saudaranya, ada dua kesalahan yang
dilakukan sekaligus. Pertama, ada citra keagungan orang-orang beriman yang
terkotori. Dan reaksi yang muncul memojokkan umat Islam. Kedua, orang yang gemar
menyebarkan aib saudaranya, sebenarnya tanpa sadar sedang memperlihatkan jati
dirinya yang asli. Antara lain, tidak bisa memegang rahasia, lemah
kesetiakawanan, dan penyebar berita bohong. Semakin banyak aib yang ia
sebarkan, kian jelas keburukan diri si penyebar.
Benar
apa yang dinasihatkan Rasulullah saw. bahwa diam adalah pilihan terbaik ketika
tidak ada bahan ucapan yang baik. Simpanlah aib seorang teman dan saudara
sesama mukmin, karena dengan begitu; kelak, Allah swt., akan menutup aib kita
di hadapan manusia.
Allah SWT telah melarang dan mengharamkan untuk memata-matai dan
mencari-cari aib seorang muslim, walaupun itu dalam rangka amar ma’ruf nahi mungkar. Dan Allah telah
mempersiapkan hukuman yang menghinakan bagi pelakunya di dunia dan di akhirat.
Adapun di dunia maka Allah pasti akan menghinakan dirinya walaupun dia tengah
bersembunyi di dalam rumahnya.
Adapun di akhirat, maka siksaan
akhirat lebih besar dan lebih hina, yaitu Allah akan membuka secara
terang-terangan semua dosa dan aibnya ketika di dunia, agar seluruh makhluk di
padang mahsyar bisa melihatnya.
Allah
menyiapkan azab yang pedih bagi orang-orang yang gemar membuka aib
seseorang. Sebagaimana dalam firman-Nya dalam al-Qur’an surah an-Nur : 19 yang
berbunyi :
žcÎ)
tûïÏ%©!$#
tbq™7Ïtä†
br&
yì‹Ï±n@
èpt±Ås»xÿø9$#
’Îû
šúïÏ%©!$#
(#qãZtB#uä
öNçlm;
ë>#x‹tã
×LìÏ9r&
’Îû
$u‹÷R‘‰9$#
ÍotÅzFy$#ur
4
ª!$#ur
ÞOn=÷ètƒ
óOçFRr&ur
Ÿw
tbqßJn=÷ès?
ÇÊÒÈ
Sesungguhnya
orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang Amat keji itu tersiar di
kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di
akhirat. dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui. (Q.S. an-Nur :
19)
Aib
yang ada pada seseorang bisa dibagi menjadi dua kategori: yaitu Pertama,
aib yang sifatnya khalqiyah, yaitu aib yang sifatnya qodrati
dan bukan merupakan perbuatan maksiat. Seperti cacat di salah satu organ tubuh
atau penyakit yang membuatnya malu jika diketahui oleh orang lain.
Aib
seperti ini adalah aurat yang harus dijaga, tidak boleh disebarkan atau dibicarakan,
baik secara terang-terangan atau dengan gunjingan, karena perbuatan tersebut
adalah dosa besar menurut mayoritas ulama, karena aib yang sifatnya penciptaan
Allah yang manusia tidak memiliki kuasa menolaknya, maka menyebarkannya berarti
menghina dan itu berarti menghina Penciptanya. (Imam al Ghazali dalam kitab
Ihya’ Ulumuddin).
Kedua, aib
berupa perbuatan maksiat, baik yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi atau
terang-terangan. Maksiat yang dilakukan sembunyi-sembunyi juga terbagi
menjadi dua: yaitu Perbuatan maksiat yang hanya merusak hubungannya secara
pribadi dengan Allah seperti minum khamr, berzina dll. Jika seorang muslim
mendapati saudaranya melakukan perbuatan seperti ini hendaklah ia tidak
menyebarluaskan hal tersebut, namun dia tetap memiliki kewajiban untuk
melakukan amar ma'ruf dan nahi mungkar. Imam Syafi’i berkata, “Siapa
yang menasehati saudaranya dengan tetap menjaga kerahasiaannya berarti dia
benar-benar menasehatinya dan memperbaikinya. Sedang yang menasehati tanpa
menjaga kerahasiaannya, berarti telah mengekspos aibnya dan
mengkhianatinya." (Syarh Shahih Muslim, Imam an Nawawi).
Selanjutnya, perbuatan
maksiat yang dilakukan sembunyi-sembunyi tapi merugikan orang lain seperti
mencuri, korupsi dan lain sebagainya. Maka perbuatan seperti ini diperbolehkan
untuk diselidiki dan diungkap, karena hal ini sangat berbahaya jika dibiarkan,
karena akan lebih banyak lagi merugikan orang lain.
Ada
sebuah kisah masyhur yang ditulis oleh Imam Ibnu Qudamah dalam kitab "Tawwabin"
dapat dijadikan pelajaran bagi kita untuk menutup aib diri sendiri dan aib
orang lain serta mengakuinya dihadapan Allah dengan bertaubat atas dosa
tersebut.
Disebutkan bahwa pada zaman nabi Musa 'alaihis salam, Bani Israil ditimpa
musim kemarau yang berkepanjangan. Mereka pun berkumpul mendatangi Nabi
mereka. Mereka berkata , "Wahai Kaliimallah, berdoalah kepada
Rabbmu agar Dia menurunkan hujan kepada kami." Maka
berangkatlah nabi Musa 'alaihis salam bersama kaumnya
menuju padang pasir yang luas bersama lebih dari 70 ribu orang. Mulailah
mereka berdoa dengan kondisi yang lusuh penuh debu, haus dan lapar.
Musa
berdoa, "Wahai Tuhan kami turunkanlah hujan kepada kami,
tebarkanlah rahmat-Mu, kasihilah anak-anak dan orang-orang yang mengandung,
hewan-hewan dan orang-orang tua yang rukuk dan sujud."
Setelah
itu langit tetap saja terang benderang, matahari pun bersinar makin
kemilau. Kemudian Musa berdoa lagi, "Wahai Tuhanku berilah kami
hujan".
Allah
pun berfirman kepada Musa, "Bagaimana Aku akan menurunkan hujan
kepada kalian sedangkan di antara kalian ada seorang hamba yang bermaksiat
sejak 40 tahun yang lalu. Keluarkanlah ia di depan manusia agar dia
berdiri di depan kalian semua. Karena dialah, Aku tidak menurunkan hujan
untuk kalian. "
Maka
Musa pun berteriak di tengah-tengah kaumnya, "Wahai hamba yang
bermaksiat kepada Allah sejak 40 tahun, keluarlah ke hadapan kami, karena
engkaulah hujan tak kunjung turun."
Seorang
laki-laki melirik ke kanan dan kiri, maka tak seorang pun yang keluar di depan
manusia, saat itu pula ia sadar kalau dirinyalah yang dimaksud.
Ia
berkata dalam hatinya, "Kalau aku keluar ke depan manusia, maka
akan terbuka rahasiaku. Kalau aku tidak berterus terang, maka hujan pun
tak akan turun. "
Maka
kepalanya tertunduk malu dan menyesal, air matanya pun menetes, sambil berdoa
kepada Allah, "Ya Allah, Aku telah bermaksiat kepadamu selama 40
tahun, selama itu pula Engkau menutupi aibku. Sungguh sekarang aku bertobat
kepada-Mu, maka terimalah taubatku. "
Belum
sempat ia mengakhiri doanya maka awan-awan tebalpun bergumpal, semakin tebal
menghitam lalu turunlah hujan.
Nabi
Musa pun keheranan dan berkata, "Ya Allah, Engkau telah turunkan
hujan kepada kami, namun tak seorang pun yang keluar di depan manusia."
Allah
berfirman, "Aku menurunkan hujan karena seorang hamba yang
karenanya hujan tak kunjung turun."
Musa
berkata, "Ya Allah, Tunjukkan padaku hamba yang taat itu."
Allah
berfirman, "Wahai Musa, Aku tidak membuka aibnya padahal ia
bermaksiat kepada-Ku, apakah Aku membuka akan aibnya sedangkan ia taat
kepada-Ku?!"
Setiap
orang pasti memiliki kekurangan, cela dan dosa tertentu pada dirinya, maka
suatu aib yang ada pada seseorang dapat dijadikan pelajaran bagi orang lain
untuk dapat belajar dan memperbaiki diri agar tidak melakukan hal serupa yang
akan menimpa dirinya dan orang lain akibat perbuatannya tersebut.
Kita
senantiasa selalu dianjurkan untuk menutupi aib sesama muslim,
sebagaimana kandungan hadits nabi bahwasanya jika kita menutupi aib seseorang,
maka kelak pada hari kiamat Allah akan menutup aib kita.
Tertutup
ada dua macam: hissi dan maknawi. Tertutup secara hissi adalah memakai kain
yang baik dan bagus untuk menutupi aurat sehingga tidak dilihat oleh pandangan
orang. Petunjuk Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam ini berlaku dalam
semua kondisi kecuali antara pasangan suami-istri saat berhubungan. Maka bagi
siapa yang sedang buang air atau mandi hendaknya ia memasang penutup supaya
tidak terlihat oleh pandangan mata orang.
Tertutup
secara maknawi adalah menutupi aib dan perbuatan dosa dengan tidak menceritakan
dan menyebarkannya kepada orang lain. Ini juga berlaku atas orang yang melihat
saudara muslimnya telah melakukan perbuatan dosa atau melakukan tindakan hina
maka janganlah ia menyebarkannya kepada msyarakat, tapi hendaknya ia
mencegahnya dari perbuatan maksiat dan menyuruhnya bertaubat kepada Allah Subhanahu
wa Ta'ala. Karenanya Islam melarang keras umatnya dari mencari-cari
kesalahan kaum muslimin yang tersembunyi untuk dia sebarkan ke tengah-tengah
manusia. Perbuatan tersebut dapat mengundang murka Allah kepadanya dan
menyebabkannya mengerjakan perbuatan buruk saudaranya tadi. Karena balasan
sesuai dengan jenis amal. Maka siapa yang mencari-cari aib orang lain dan menyebarkannya
di tengah-tengah manusia maka Allah akan menyingkap aibnya dan menyebarkannya
di tengah-tengah makhluk-Nya. Bahkan dosa dan maksiat yang dikerjakannya di
dalam kamarnya di tengah malam akan juga diketahui orang
C. Hadist tentang larangan membuka aib
1.
Hadits
Riwayat Imam Muslim
وَعَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضى الله عنه عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ:(( لَا يَسْتُرُ عَبْدٌ عَبْدًا فِى الدُّنْيَا إِلَّا سَتَرَهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ)) رواه مسلم
Diriwayatkan dari Abu Hurairah dari Nabi SAW, Nabi SAW bersabda:
“Seorang hamba tidak menutupi aib hamba yang lain di dunia kecuali Allah akan
menutupi aibnya di hari kiamat”. (HR; Muslim)
2.
Hadits Riwayat Bukhori
Muslim
وَعَنْ أَبِى
هُرَيْرَةَ رضى الله عنه قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم
يَقُوْلُ: ((كُلُّ أُمَّتِى مُعَافًى إِلَّا الْمُجَاهِرِيْنَ، وَإِنَّ مِنَ
الْمُجَاهِرَةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ بِاللَّيْلِ عَمَلًا، ثُمَّ يُصْبِحُ
وَقَدْ سَتَرَهُ اللهُ عَلَيْهِ فَيَقُوْلُ: يَافُلَانُ عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ
كَذَا وَكَذَ، وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ، وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ
اللهِ)) متفق عليه
Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA ia berkata, “Aku pernah
mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Seluruh umatku akan diampuni dosa-dosa
kecuali orang-orang yang terang-terangan (berbuat dosa). Di antara orang-orang
yang terang-terangan berbuat dosa adalah seseorang yang pada waktu malam
berbuat dosa, kemudian di waktu pagi ia menceritakan kepada manusia dosa yang
dia lakukan semalam, padahal Allah telah menutupi aibnya. Ia berkata, “Wahai
fulan, semalam aku berbuat ini dan itu”. Sebenarnya pada waktu malam Tuhannya
telah menutupi perbuatannya itu, tetapi justru pagi harinya ia membuka aibnya
sendiri yang telah ditutupi oleh Allah. (HR: Bukhari dan Muslim).
3.
Hadits Riwayat Bukhori
وَعَنْهُ قَالَ:
أُتِيَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم بِرَجُلٍ قَدْ شَرِبَ قَالَ: اضْرِبُوْهُ، قَالَ: فَمِنَّا الضَّارِبُ بِيَدِهِ، وَالضَّارِبُ
بِنَعْلِهِ وَالضَّارِبُ بِثَوْبِهِ، فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ بَعْضُ الْقَوْمِ:
أَخْزَاكَ اللهُ، قَالَ: لَا تَقُوْلُوا هَكَذَا لَا تُعِيْنُوْا عَلَيْهِ
الشَّيْطَانَ. رواه البخارى
Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, ia berkata, “Ada seorang
laki-laki yang minum minuman keras (khamr) dibawa di hadapan Nabi SAW, maka
beliau bersabda: “Kalian pukullah dia”. Abu Hurairah berkata, “Di antara kami
ada yang memukul dengan tangannya, ada yang memukul dengan sandalnya, dan ada
yang memukul dengan pakaiannya”. Ketika orang itu akan kembali, sebagian orang
berkata kepadanya. “Mudah-mudahan Allah menghinakanmu”. Rasulullah bersabda:
“Jangan kalian berkata yang demikian itu, jangan kamu membantu perbuatan
syaitan (syaitan akan senang jika Allah menghinakan hambanya karena memang itu
pekerjaan syaitan)”. (HR; Bukhari)
4.
Hadits Riwayat Bukhori
حَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ
حَرْبٍ وَمُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمٍ وَعَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ قَالَ عَبْدٌ حَدَّثَنِي
وَقَالَ اْلآخَرَانِ حَدَّثَنَا يَعْقُوْبُ بْنُ إِبْرَاهِيْمَ حَدَّثَنَا اِبْنُ
أَخِي اِبْنِ شِهَابٍ عَنْ عَمِّهِ قَالَ قَالَ سَالِمٌ سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ
يَقُوْلُ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ:
كُلُّ
أُمَّتِي مُعَافَاةٌ إِلاَّ الْمُجَاهِرِيْنَ وَإِنَّ مِنَ اْلإِجْهَارِ أَنْ
يَعْمَلَ الْعَبْدُ بِاللَّيْلِ عَمَلاً ثُمَّ يُصْبِحُ قَدْ سَتَرَهُ رَبُّهُ
فَيَقُوْلُ يَا فُلاَنُ قَدْ عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا وَقَدْ بَاتَ
يَسْتُرُهُ رَبُّهُ فَيَبِيْتُ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ
اللهِ عَنْهُ قَالَ زُهَيْرٌ وَإِنَّ مِنَ الْهِجَارِ.[4]
Telah
menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb, Muhammad bin Hatim dan Abdu bin Humaid, Abdu
berkata : telah menceritakan kepadaku, sedang yang lain berkata: telah
menceritakan kepada kami Ya’qub bin Ibrahim telah menceritakan kepada
kami anak saudaraku Ibnu Syihab dari pamannya, ia
berkata: Salim berkata: Saya mendengar Abu
Hurairah Radhiyallaahu’anhu , ia berkata:
Aku pernah
mendengar Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda: Semua umatku akan
ditutupi segala kesalahannya kecuali orang-orang yang berbuat maksiat dengan
terang-terangan. Masuk dalam kategori berbuat maksiat terang-terangan adalah
bila seorang berbuat dosa di malam hari kemudian Allah telah menutupi dosanya,
lalu dia berkata (kepada temannya): Hai Fulan! Tadi malam aku telah berbuat ini
dan itu. Allah telah menutupi dosanya ketika di malam hari sehingga ia bermalam
dalam keadaan ditutupi dosanya, kemudian di pagi hari ia sendiri menyingkap
tirai penutup Allah dari dirinya.
Zuhair berkata dan sesungguhnya
termasuk dari Hijar (menampak-nampakkan dosa).
5.
Hadits Riwayat Tirmidzi
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطَبَهُمْ يَوْمًا بِصَوْةٍ رَفِيْعٍ فَقَالَ: يَا مَعْشَرَ
مَنْ أَسْلَمَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يَدْخُلِ الْإِيمَانُ قَلْبَهُ لَا تُؤْذُوا الْمُسْلِمِينَ
وَلَا تَتَّبِعُوا عَوْرَاتِهِمْ فَإِنَّهُ مَنْ تَتَبَّعُ عَوْرَةَ أَخِيهِ تَتَبَّعَ
اللَّهُ عَوْرَتَهُ وَمَنْ تَتَبَّعَ اللَّهُ عَوْرَتَهُ
يُفْضِحُهُ وَلَوْ فِي جَوْفِ بَيْنِه
“Bahwa suatu
hari Rasulullah SAW berkhutbah di hadapan mereka (para sahabat) dengan suara
yang amat keras, beliau bersabda, ‘Wahai mereka yang beriman dengan lisannya,
namun keimanan belum masuk ke dalam hatinya. Janganlah kalian menyakiti kaum
muslimin, dan janganlah kalian mencari-cari aib dan kesalahan mereka.
barangsiapa yang mencari-cari aib dan kesalahan saudaranya, maka Allah akan membuka
aibnya, dan barang siapa yang aibnya dibuka oleh Allah, maka Allah akan membuatnya
malu sekalipun dia berada di lorong rumahnya.” (HR. At-Tirmizi no. 2032)
Allah menganjurkan agar para hamba-Nya saling menutupi aib
diantara sesama mereka. Untuk itu Allah telah menyediakan bagi mereka pahala
yang sesuai dengan amalan baik mereka, yaitu akan menyembunyikan aib dan mengampuni dosa
mereka pada hari kiamat karena mereka telah menyembunyikan aib saudaranya di
dunia. Al-Qadhi Iyadh rahimahullahu berkata, “Tentang ditutupnya aib si hamba
pada hari kiamat, maka ada dua kemungkinan makna:
Pertama: Allah akan menutupi kemaksiatan dan aibnya dengan
cara tak mengumumkannya kepada manusia di padang mahsyar.
Kedua: Allah tak akan menghisab aibnya dan tak akan menyebut aibnya tersebut.” (Lihat Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim: 16/360)
Kedua: Allah tak akan menghisab aibnya dan tak akan menyebut aibnya tersebut.” (Lihat Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim: 16/360)
6.
Hadits Riwayat Bukhori
إِنَّ اللهَ يُدْنِي الْمُؤْمِنَ
فَيَضَعُ عَلَيْهِ كَنَفَهُ وَيَسْتُرُهُ فَيَقُوْلُ: أَتَعْرِفُ ذَنْبَ كَذَا،
أَتَعْرِفُ ذَنْبَ كَذَا؟ فَيَقُوْلُ: نَعَمْ، أَيْ رَبِّ. حَتَّى إِذَا قَرَّرَهُ
بِذُنُوْبِهِ وَرَأَى فِي نَفْسِهِ أَنَّهُ هَلَكَ، قَالَ: سَتَرْتُهَا عَلَيْكَ فِي الدُّنْيَا،
وَأَنَا أَغْفِرُهَا لَكَ الْيَوْمَ. فَيُعْطِي كِتَابَ حَسَنَاتِهِ
“Sesungguhnya
(pada hari kiamat) Allah akan mendekatkan seorang mukmin, lalu Allah meletakkan
tabir & menutupinya. Lalu Allah berfirman, “Apakah kamu mengetahui dosa
ini? Apakah engkau tahu dosa itu?” Dia menjawab, “Ia, betul saya tahu wahai
Rabbku.” Hingga ketika Allah telah membuat dia mengakui semua dosanya & dia
mengira dirinya sudah akan binasa,, Allah berfirman kepadanya, “Aku telah
menutupi dosa-dosa ini di dunia, maka pada hari ini Aku mengampuni dosa-dosamu
itu.” Lalu diberikanlah padanya catatan kebaikan-kebaikannya.” (HR. Al-Bukhari
no. 2261)
Menutup yang
paling utama adalah menutup aib diri sendiri, yang mana Allah telah menutupinya
dan telah memuliakannya dengan memberi ampunan kepadanya karena ia merasa
bersalah telah berbuat maksiat dan merasa malu pada dirinya.
Kesimpulan
Dari
pembahasan di atas dapat kami beri kesimpulan bahwa menutup aib kaum muslim itu
sangat dianjurkan bahkan wajib hukumnya. Sebagaimana telah dijelaskan dalam
firman Allah bahwa kaum muslimin itu semuanya bersaudara, sehingga sudah
seharusnya kita saling menjaga untuk tidak membuka aib sesama muslim.
Ada
banyak hadits yang menerangkan bahwa jika kita menutup aib saudara kita (kaum
muslim) di dunia, maka allah akan menutup aib kita di akhirat nanti. Tidak
hanya itu, Allah juga menyiapkan siksa yang cukup pedih jika kita gemar membuka
dan menyebarkan aib kaum muslim.
No comments:
Post a Comment