Monday, 14 December 2015

Kezaliman Adalah Kegelapan di Hari Kiamat

Banyak diantara umat Islam yang tidak menyadari bahwa dirinya telah
melakukan suatu perbuatan yang menyakiti orang lain lantas membiarkan
hal itu berlalu begitu saja tanpa meminta ma’af kepadanya atas
perbuatannya tersebut. Hal ini bisa disebabkan oleh ego yang terlalu
tinggi, menganggap hal itu adalah sepele, kurang memahami ajaran
agamanya sehingga tidak mengetahui implikasinya, dan sebagainya.
Padahal sebenarnya amat berbahaya dan akan membebankannya di hari
Akhirat kelak karena harus mempertanggungjawabkannya. Perbuatan
tersebut tidak lain adalah kezhaliman.

Kezhaliman adalah sesuatu yang dibenci baik di muka bumi ini maupun di
akhirat kelak dan pelakunya hanyalah mereka yang menyombongkan
dirinya.

Banyak bentuk kezhaliman yang berlaku di dunia ini, yaitu tidak jauh
dari definisinya ; “menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya”. Betapa
banyak orang-orang yang seenaknya berbuat dan bertindak
sewenang-wenang. Sebagai contoh: Sang suami sewenang-wenang terhadap
isterinya; memperlakukannya dengan kasar, menceraikannya tanpa sebab,
menelantarkannya dengan tidak memberinya nafkah baik lahir maupun
batin. Atau sebaliknya sang istri tidak hormat kepada suami; berlaku
kasar, tidak ta’at, dan tidak memberikan hakanya. Sang pemimpin
sewenang-wenang terhadap rakyat yang dipimpinnya; diktator, tangan
besi, berhukum kepada selain hukum Allah, loyal terhadap musuh-musuh
Allah, tidak menerima nasehat, korupsi dan sebagainya. Tetangga
berbuat semaunya terhadap tetangganya yang lain; membuat bising
telinganya dengan suara tape yang keras dan lagu-lagu yang menggila,
menguping rahasia rumah tangganya, usil, membicarakan kejelekannya
dari belakang, mengadu domba antar tetangga dan yang juga banyak
sekali terjadi adalah mencaplok tanahnya tanpa hak, berapapun
ukurannya. Dan banyak lagi gambaran-gambaran lain yang ternyata hampir
semuanya dapat dikategorikan “perbuatan zhalim” karena “menempatkan
sesuatu bukan pada tempatnya”.

Oleh karena itu, pantas sekali kenapa Allah mengecam dengan keras para
pelakunya dan bahkan mengharamkannya atas diri-Nya apatah makhluk-Nya.

Dan pantas pula, ia (kezhaliman) merupakan tafsir lain dari syirik
karena berakibat fatal terhadap pelakunya.

Maka, bagi mereka yang pernah berbuat zhalim terhadap orang lain –
sebab rasanya sulit mendapatkan orang yang terselamatkan darinya
sebagaimana yang pernah disalahtafsirkan oleh para shahabat terkait
dengan makna kezhaliman dalam ayat “Orang-orang yang beriman dan tidak
mencampuradukkan iman mereka dengan kezhaliman (syirik), mereka itulah
orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang
yang mendapat petunjuk”. (Q,.s. al-An’âm/6: 82). Mereka secara
spontan, begitu ayat tersebut turun dan sebelum mengetahui makna dari
‘kezhaliman’ yang sebenarnya berkomentar: “Wahai Rasulullah! siapa
gerangan diantara kita yang tidak berbuat zhalim terhadap dirinya?”.
Tetapi, pemahaman ini kemudian diluruskan oleh Rasulullah dengan
menyatakan bahwa maksud ayat tersebut adalah sebagaimana yang
disebutkan dalam firman-Nya yang lain: “Sesungguhnya syirik itu
merupakan kezhaliman yang besar” (Q.,s. Luqmân/31: 13) – maka
hendaknya mereka segera meminta ma’af kepada yang bersangkutan dan
memintanya menghalalkan atas semua yang telah terjadi selagi belum
berpisah tempat dan sulit bertemu kembali dengannya serta selama masih
di dunia.

Hanya keterkaitan dalam kezhaliman terhadap sesama makhluk ini yang
tidak dapat ditebus dengan taubat sekalipun. Taubat kepada Khaliq
berkaitan dengan hak-hak-Nya; maka, Dia akan menerimanya bila
benar-benar taubat nashuh tetapi bila terkait dengan sesama makhluq,
maka hal itu terpulang kepada yang bersangkutan dan harus diselesaikan
terlebih dahulu dengannya ; apakah dia mema’afkan dan menghalalkan
kezhaliman yang terlah terjadi atasnya atau tidak.

Untuk itu, umat Islam perlu mengetahui lebih lanjut apa itu
kezhaliman? apa implikasinya di dunia dan akhirat? bagaimana dapat
terhindarkan darinya? Perbuatan apa saja yang memiliki kaitan dan
digandeng dengannya?.
Insya Allah, kajian hadits kali ini berusaha menyoroti permasalahan
tersebut, semoga bermanfa’at.

Naskah Hadits

1. عَنِ ابْنِ عُمَرَ رضي الله عنهما قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى
الله عليه وسلم: « الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ». متّفق عليه

Dari Ibnu ‘Umar –radhiallaahu 'anhuma- dia berkata: Rasulullah
Shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda: “Kezhaliman adalah kegelapan
(yang berlipat) di hari Kiamat”. (Muttafaqun ‘alaih)

2. عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللّهِ أَنّ رَسُولَ اللّهَ صلى الله عليه
وسلم قَالَ: «اتَّقُوا الظُّلْمَ. فَإِنّ الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ. وَاتَّقُوا الشُّحَّ. فَإِنّ الشُّحَّ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ
قَبْلَكُمْ ». رواه مسلم

Dari Jâbir bin ‘Abdillah bahwasanya Rasulullah Shallallâhu 'alaihi
wasallam bersabda: “berhati-hatilah terhadap kezhaliman, sebab
kezhaliman adalah kegelapan (yang berlipat) di hari Kiamat. Dan
jauhilah kebakhilan/kekikiran karena kekikiran itu telah mencelakakan
umat sebelum kamu”. (H.R.Muslim)

Definisi kezhaliman (azh-Zhulm)

Kata “azh-Zhulm” berasal dari fi’l (kata kerja) “zhalama – yazhlimu”
yang berarti “Menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya”. Dalam hal ini
sepadan dengan kata “al-Jawr”.

Demikian juga definisi yang dinukil oleh Syaikh Ibnu Rajab dari
kebanyakan para ulama. Dalam hal ini, ia adalah lawan dari kata
al-‘Adl (keadilan)

Hadits diatas dan semisalnya merupakan dalil atas keharaman perbuatan
zhalim dan mencakup semua bentuk kezhaliman, yang paling besarnya
adalah syirik kepada Allah Ta’âla sebagaimana di dalam firman-Nya:
“Sesungguhnya syirik itu merupakan kezhaliman yang besar”.

Di dalam hadits Qudsiy, Allah Ta’âla berfirman: “Wahai hamba-hambaku!
Sesungguhnya Aku mengharamkan kezhaliman terhadap diriku dan
menjadikannya diharamkan antara kalian”.

Ayat-ayat dan hadits-hadits serta atsar-atsar tentang keharaman
perbuatan zhalim dan penjelasan tentang keburukannya banyak sekali.

Oleh karena itu, hadits diatas memperingatkan manusia dari perbuatan
zhalim, memerintahkan mereka agar menghindari dan menjauhinya karena
akibatnya amat berbahaya, yaitu ia akan menjadi kegelapan yang
berlipat di hari Kiamat kelak.

Ketika itu, kaum Mukminin berjalan dengan dipancari oleh sinar
keimanan sembari berkata: “Wahai Rabb kami! Sempurnakanlah cahaya bagi
kami”. Sedangkan orang-orang yang berbuat zhalim terhadap Rabb mereka
dengan perbuatan syirik, terhadap diri mereka dengan
perbuatan-perbuatan maksiat atau terhadap selain mereka dengan
bertindak sewenang-wenang terhadap darah, harta atau kehormatan
mereka; maka mereka itu akan berjalan di tengah kegelapan yang teramat
sangat sehingga tidak dapat melihat arah jalan sama sekali.

Klasifikasi Kezhaliman

Syaikh Ibn Rajab berkata: “Kezhaliman terbagi kepada dua jenis:
Pertama, kezhaliman seorang hamba terhadap diri sendiri :

Bentuk paling besar dan berbahaya dari jenis ini adalah syirik sebab
orang yang berbuat kesyirikan menjadikan makhluk sederajat dengan
Khaliq. Dengan demikian, dia telah menempatkan sesuatu bukan pada
tempatnya.

Jenis berikutnya adalah perbuatan-perbuatan maksiat dengan berbagai
macamnya; besar maupun kecil.
Kedua, kezhaliman yang dilakukan oleh seorang hamba terhadap orang
lain, baik terkait dengan jiwa, harta atau kehormatan.

Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam telah bersabda ketika
berkhuthbah di haji Wada’ : “Sesungguhnya darah, harta dan kehormatan
kalian diharamkan atas kalian sebagaimana keharaman hari kalian ini,
di bulan haram kalian ini dan di negeri (tanah) haram kalian ini”.

Di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhary dari Abu Hurairah
dari Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: “Barangsiapa
yang pernah terzhalimi oleh saudaranya, maka hendaklah memintakan
penghalalan (ma’af) atasnya sebelum kebaikan-kebaikannya (kelak) akan
diambil (dikurangi); Bila dia tidak memiliki kebaikan, maka
kejelekan-kejelekan saudaranya tersebut akan diambil lantas
dilimpahkan (diberikan) kepadanya”.

Penyebab terjadinya

Ibnu al-Jauziy menyatakan: “kezhaliman mengandung dua kemaksiatan:
mengambil milik orang lain tanpa hak, dan menentang Rabb dengan
melanggar ajaran-Nya… Ia juga terjadi akibat kegelapan hati seseorang
sebab bila hatinya dipenuhi oleh cahaya hidayah tentu akan mudah
mengambil i’tibar (pelajaran)”.

Barangkali, penyebabnya juga dapat dikembalikan kepada definisinya
sendiri, yaitu tidak menempatkan sesuatu pada tempatnya. Dan hal ini
terjadi akibat kurangnya pemahaman terhadap ajaran agama sehingga
tidak mengetahui bahwa :

* Hal itu amat dilarang bahkan diharamkan
* Ketidakadilan akan menyebabkan adanya pihak yang terzhalimi
* Orang yang memiliki sifat sombong dan angkuh akan menyepelekan dan
merendahkan orang lain serta tidak peduli dengan hak atau perasaannya
* Orang yang memiliki sifat serakah selalu merasa tidak puas dengan
apa yang dimilikinya sehingga membuatnya lupa diri dan mengambil
sesuatu yang bukan haknya
* Orang yang memiliki sifat iri dan dengki selalu bercita-cita agar
kenikmatan yang dirasakan oleh orang lain segera berakhir atau mencari
celah-celah bagaimana menjatuhkan harga diri orang yang didengkinya
tersebut dengan cara apapun

Terapinya

Diantara terapinya –wallâhu a’lam- adalah:

* Mencari sebab hidayah sehingga hatinya tidak gelap lagi dan mudah
mengambil pelajaran
* Mengetahui bahaya dan akibat dari perbuatan tersebut baik di dunia
maupun di akhirat dengan belajar ilmu agama
* Meminta ma’af dan penghalalan kepada orang yang bersangkutan selagi
masih hidup, bila hal ini tidak menimbulkan akibat yang lebih fatal
seperti dia akan lebih marah dan tidak pernah mau menerima, dst. Maka
sebagai gantinya, menurut ulama, adalah dengan mendoakan kebaikan
untuknya
* Membaca riwayat-riwayat hidup dari orang-orang yang berbuat zhalim
sebagai pelajaran dan i’tibar sebab kebanyakan kisah-kisah, terutama
di dalam al-Qur’an yang harus kita ambil pelajarannya adalah mereka
yang berbuat zhalim, baik terhadap dirinya sendiri atau terhadap orang
lain.

Kikir/Bakhil

Hadits tersebut (hadits kedua) memberikan peringatan terhadap
perbuatan kikir dan bakhil karena merupakan sebab binasanya umat-umat
terdahulu. Ketamakan terhadap harta menggiring mereka bertindak
sewenang-wenang terhadap harta orang lain sehingga terjadilah banyak
peperangan dan fitnah yang berakibat kebinasaan mereka dan penghalalan
terhadap isteri-isteri mereka. Kebinasaan seperti ini baru mereka
alami di dunia .
Belum lagi di akhirat dimana tindakan sewenang-wenang terhadap harta
orang lain, terhadap isteri-isterinya dan menumpahkan darahnya
merupakan kezhaliman yang paling besar dan dosa yang teramat besar.
Perbuatan-perbuatan maksiat inilah yang merupakan sebab kebinasaan di
akhirat dan mendapat azab neraka.

Diantara Nash-Nash Yang Mencelanya

Banyak sekali nash-nash yang mencela dan mengecam perbuatan
kikir/bakhil, diantaranya:

* Firman Allah Ta’âla: “Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran
dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung”. (Q,.s.al-Hasyr/59:
9)
* Firman Allah Ta’âla : “Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil
dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya
menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya
kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan
itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan
Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah
mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q,.s. Âli ‘Imrân/03: 180)]
* Firman Allah Ta’âla : “Dan siapa yang kikir sesungguhnya dia
hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri…”. (Q,.s. Muhammad/47: 38)
* Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam Musnad dan Imam
at-Turmuzy di dalam kitabnya dari hadits Abu Bakar bahwasanya Nabi
Shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda: “Tidak masuk surga seorang yang
bakhil”.
* Hadits yang diriwayatkan oleh Imam at-Turmuzy dan an-Nasâ-iy dari
hadits Abu Dzar bahwasanya Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya Allah membenci tiga (orang): (1) orang yang sudah tua
tetapi berzina, (2) orang yang bakhil/kikir yang selalu
menyebut-nyebut pemberiannya, (3) dan orang yang musbil (memanjangkan
pakaiannya hingga melewati mata kaki) yang sombong”.

Penyebab timbulnya

Sifat Bakhil merupakan penyakit yang disebabkan oleh dua hal:

Pertama, cinta terhadap hawa nafsu yang sarananya adalah harta.
Kedua, cinta terhadap harta yang diakibatkan oleh hawa nafsu, kemudian
hawa nafsu dan semua hajatnya tersebut terlupakan sehingga harta itu
sendiri yang menjadi kekasih yang dicintainya.

Terapinya

Terapi yang dapat memadamkan hawa nafsu tersebut diantaranya:

* Merasa puas dengan hidup yang serba sedikit
* Bersabar dan mengetahui secara yakin bahwasanya Allah Ta’âla adalah
Maha Pemberi rizki
* Merenungi akibat dari perbuatan bakhil di dunia sebab tentu ada
penyakit-penyakit yang sudah mengakar pada diri penghimpun harta
sehingga tidak peduli dengan apapun yang terjadi terhadap dirinya.

Klasifikasi Prilaku Manusia Di Dunia

Prilaku manusia di dunia ini terdiri dari tiga klasifikasi:

* Boros
* Taqshîr (Mengurang-ngurangi) alias Bakhil
* Ekonomis (berhemat/sedang-sedang saja)

Klasifikasi pertama dan kedua merupakan prilaku tercela sedangkan
klasifikasi ketiga adalah prilaku terpuji.

Klasifikasi pertama, Boros (isrâf) adalah tindakan yang
berlebih-lebihan di dalam membelanjakan harta baik yang bersifat
dibolehkan ataupun yang bersifat diharamkan; ini semua adalah
keborosan yang amat dibenci.

Klasifikasi kedua, Taqshîr (mengurang-ngurangi) alias bakhil; orang
yang bersifat seperti ini suka mengurang-ngurangi pengeluaran baik
yang bersifat wajib ataupun yang dianjurkan yang sesungguhnya sesuai
dengan tuntutan ‘murû-ah’ (harga diri).

Klasifikasi ketiga, ekonomis dan sistematis; orang yang bersifat
seperti ini di dalam membelanjakan harta yang bersifat wajib yang
terkait dengan hak-hak Allah dan makhluk melakukannya dengan
sebaik-baiknya; apakah itu pengeluaran-pengeluaran biasa ataupun utang
piutang yang wajib. Demikian pula, melakukan dengan sebaik-baiknya
pengeluaran yang bersifat dianjurkan yang sesuai dengan tuntutan
‘murû-ah’ (harga diri). Allah Ta’âla berfirman: “Dan orang-orang yang
apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan
tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah
antara yang demikian”. (Q,s.al-Furqân/25: 67)

Inilah yang merupakan salah satu kriteria dari sifat-sifat yang
dimiliki oleh ‘Ibâd ar-Rahmân (hamba-hamba Allah).Wallahu a’lam.

No comments:

Post a Comment